Rabu, 30 September 2015

KENAL LEBIH DEKAT DENGAN YANG NAMANYA PROSES KAJI ULANG

Salam PBJ...

Dikesempatan kali ini mencoba ngomongin perihal kaji ulang pada pekerjaan Konstruksi..kebetulan saya dapat informasi ini dari salah satu pemateri PBJ dari P3I, pak Atas Yudha Kandita dan coba share dengan rekan2 PBJ, semoga bermanfaat dan mohon koreksinya apabila ada kesalahan.

Pada kaji ulang pada pekerjaan Konstruksi, setidaknya salah satu dasar hukumnya ada tersurat pada  PASAL 34 ayat 1 ttg perencanaan pemilihan penyedia barang/jasa
Perencanaan penyedia barang/jasa terdiri atas kegiatan:
a.    Pengkajian ulang paket pekerjaan
b.    Pengkajian ulang jadwal kegiatan pengadaan.





Perencanaan pemilihan ini diatur lebih detail oleh Perka 14/2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Khususnya untuk konstruksi pada BAB III TATA CARA PEMILIHAN PENYEDIA PEKERJAAN KONSTRUKSI, pada poin 2 berbunyi sebagai berikut Pengkajian ulang Rencana Umum Pengadaan dapat dilakukan melalui rapat koordinasi dengan ketentuan sebagai berikut:
PPK MENGUNDANG ULP/PEJABAT PENGADAAN DAN TIM TEKNIS” untuk membahas Rencana Umum Pengadaan.

kalimat dari Perka 14/2012 adalah sebagai berikut:


Kalimat yang perlu digaris bawahi adalah PPK mengundang ULP/PEJABAT PENGADAAN DAN TIM TEKNIS, dalam artian pihak yang sebenarnya aktif menurut petunjuk teknis ini adalah pihak PPK, kenapa jadi PPK karena notabene PPK adalah yang empunya gawi, yang secara hukum akan menandatangani kontrak sebgai pihak yang mempunyai wewenang dan PPK lah yang menyiapkan Dokumen Rencana Pemlilihan (RPP) sesuai pasal 11 ayat 1 Perpres No 54 Tahun 2010 dan perubahan terakhirnya yang berbunyi:
PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
a. menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.

Sempat menjadi pertanyaan apakah semua paket harus dilakukan kaji ulang temu pihak..
SOP pertama adalah:
1.    PPK mengundang atau tidak?sesuai bahasan diatas.
2.    Yang diundang adalah ULP/Pejabat pengadaan dan tim teknis., khusus ULP kenapa kalimat Perka 14 adalah ULP saja tidak langsung Pokja ULP, hal ini menurut pemahaman saya berkaitan dengan sistem manajerial ULP yang juga terdapat pihak strukturalnya, ada sistem tata kelola disana, seperti SOP ULP nomor : 3485/D.3/06/2014 tanggal 19 juni 2014, oleh karena itu tentunya harus ada tata kelola disini antara Kepala ULP, Sekertariat ULP, dan Pokja ULP




3.    Semua paket yang berjumlah ratusan apakah dikaji ulang, menurut pendapat saya yang sifatnya tipikal, tidak kompleks, sederhana, dalam artian sudah jelas berdasarkan pengalaman2 sebelumnya (yang sudah dilakukan pengkajian ulang), tidak harus serta merta dilakukan kaji ulang, dengan catatan didokumentasikan dalam bentuk BERITA ACARA bahwa dokumen RPP yang diserahkan kepada pihak ULP sudah jelas dan memenuhi prinsip pengadaan sesuai pasal 5, dan ketentuan pada pasal 24
4.    Namun untuk paket pekerjaan yang tidak sederhana (PASAL 3 PERMEN PU 45/2007), kompleks (PASAL 1 AYAT 36 PERPRES 54/2010 DAN PERUBAHAN TERAKHIRNYA) Resiko sedang-Tinggi, memerlukan Teknologi madya-Besar, dan berbiaya sedang-besar (PASAL 9 DAN 10 PP 92/2010), menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha mikro, usaha kecil serta koperasi kecil (PASAL 100 AYAT 3 PERPRES 54/2010 DAN PERUBAHAN TERAKHIRNYA) , wajib dilakukan kaji ulang dan dibuatkan BERITA ACARA HASIL KAJI ULANG


Kenapa saya selalu melakukan penebalan kalimat dan huruf besar pada kalimat BERITA ACARA KAJI ULANG, karena:
1.    Selain memang untuk menyamakan persepsi antara Pokja ULP, dengan PPK, PA selaku user mengenai output yang diinginkan bagaimana,dan penyedia yang bagaimana (memenuhi ketentuan pada pasal 19 Perpres 54/2010 dan perubahan terakhirnya), sehingga apabila wujudnya sudah berupa dokumen pengadaan hal ini sesua idengan kewenangan pokja pada pasal 17 ayat 2 Perpres 54/2010 dan perubahan terakhirnya yaitu menetapkan dokumen pengadaan, yang mana akan jadi dasar acuan pokja ULP dalam melakukan evaluasi penawaran sesuai pasal 79 ayat 1 Perpres 54/2010 dan perubahan terakhirnya yang berbunyi kelompok kerja ULP harus berpedoman pada tata cara/kriteria yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan
2.    Apabila nanti ada suatu proses hukum dikemudian hari, maka berdasarkan pasal 184 UU 8/1981 ttg KUHAP salah satu alat bukti yang sah adalah surat, yang mana menurut Pasal 187 UU 8/1981 ttg KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, salah satunya adalah: berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

isi Pasal 187 UU 8/1981 ttg KUHAP adalah sbb:

Kalimat yang perlu digaris bawahi adalah

a.    berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi (B.A Kaji Ulang menurut sy masuk kategori ini)

b.    yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, (para pihak yang terlibat pada proses kaji ulang sebut saja PA, KPA, PPK, Pokja ULP, unsur Konsultan perencana, dan Pengawas, Tim Teknis, atau Tim pendukung dll.)

c.    yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
(isi dari kaji ulang itu sendiri).

Semoga bermanfaat dan mari diskusi dan koreksinya untuk perbaikan kedepannya, 

Selasa, 29 September 2015

NGOMONGIN RENCANA UMUM PENGADAAN CHAPTER III (RENCANA KEBUTUHAN UNTUK BANGUNAN GEDUNG NEGARA DAN RENCANA PENGANGGARANNYA)

Salam PBJ,
Seringkali muncul dibenak saya sebagai orang awam di dunia PBJ, terkait dengan perencanaan kebutuhan dalam pengadaan barang jasa pemerintah.

hal ini diuraikan sebagaimana definisi Pengadaan Barang Jasa pemerintah menurut pasal 1 Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahan terakhirnya adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. 

Dalam hal ini pengadaan barang jasa di bagi beberapa tahapan, (lihat gambar dibawah ini)



Perencanaan kebutuhan ini merupakan tugas dan wewenang PA, sebagaimana diatur pada pasal 8 ayat 1 yaitu PA menetapkan Rencana Umum Pengadaan, lanjut kehalaman selanjutnya yaitu kepasal 22 ayat 3 Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. mengindentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yangdiperlukan K/L/D/I;
b. menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat(2);
c. menetapkan kebijakan umum tentang:
1) pemaketan pekerjaan;
2) cara Pengadaan Barang/Jasa; dan
3) pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa;
d. menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Dan dijelaskan pada pasal 22 ayat 4 KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit
a. uraian kegiatan yang akan dilaksanakan;
b. waktu pelaksanaan yang diperlukan;
c. spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan; dan
d. besarnya total perkiraan biaya pekerjaan


inilah cikal bakal dokumen rencana pelaksanaan pengadaan (RPP) yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai tugas dan kewenangannya pada pasal 11 ayat 1 yaitu menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
yang meliputi:
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.


Yang ingin sama-sama dibahas kali ini adalah Identifikasi Kebutuhan khusus Pekerjaan Konstruksi  (Bangunan Gedung Negara) dan Rencana Penganggarannya, 

Khusus pekerjaan konstruksi, acuan normatif yang dipakai antara lain Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dan Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. 

Yang dimaksud dengan bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. (PASAL 1 UU 28/2002 TTG BANGUNAN GEDUNG)

bahwa sesuai penjelasan ayat (8) pasal 5 PeraturanPemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, penyelenggaraan bangunan gedung negara diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum; dalam hal ini Menteri PU engeluarkan PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA yang bisa dijadikan salah satu referensi perencanaan kebutuhan pada bangunan gedung negara.

Langkah-langkah yang dilakukan antara lain, memahami definisi bangunan gedung negara itu apa menurut Permen PU tsb,

Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara, dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.

Kalimat yang digaris bawahi adalah sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.
Yang pertama kali muncul dibenak saya adalah apakah sumber dana APBD tidak boleh menggunakan Permen PU ini, ternyata jawaban dari pertanyaan saya ada pada penjelasan berikutnya, yaitu:
a. pasal 3 ayat 3 yang berbunyi Setiap orang atau Badan Hukum termasuk instansi Pemerintah, dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini. (akan diuraikan dibawah)
 b. Pasal 4 Pengaturan Penyelenggaraan
1.  Setiap pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga harus mendapat bantuan teknis berupa tenaga Pengelola Teknis dari Departemen Pekerjaan Umum dalam rangka pembinaan teknis.

2.    Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik Daerah yang biayanya bersumber dari APBD diatur dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada ketentuan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

3.    Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik BUMN/BUMD mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini

4.    Dalam hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/ Bupati/Walikota pada ayat (2) pasal ini diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5.

5.    Daerah yang telah mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuanketentuan persyaratan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada 

Pasal 3.
Sering muncul pertanyaan bagaimana cara mengaplikasikan poin2 dibawah ini sesuai pasal 22 perihal penyusunan RUP, mari kita coba menggali ke bahasan teknisnya:


1. mengindentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yang diperlukan K/L/D/I;
apa kebutuhan barang/jasa bangunan gedung negara yang diperlukan oleh PA selaku Penguna Anggaran di SKPDnya, dalam mengklasifikasi bangunan gedung negara, pasal 3 permen PU 45/2007 bisa dijadikan referensi antara lain:

A. KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA BERDASARKAN TINGKAT KOMPLEKSITAS MELIPUTI:
1.    BANGUNAN SEDERHANA Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana. Masa penjamina kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. 



2.    BANGUNAN TIDAK SEDERHANA
Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama paling singkat 10 (sepuluh) tahun.



3.    BANGUNAN KHUSUS
Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya paling singkat 10 (sepuluh) tahun. 



B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA
Untuk bangunan rumah negara, disamping klasifikasinya berdasarkan klasifikasi bangunan gedung negara tersebut di atas, juga digolongkan berdasarkan tipe yang didasarkan pada tingkat jabatan penghuninya dan golongan kepangkatan.


langkah selanjutnya adalah,

2. menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat(2);
bagaimana cara menetapkan penganggaran untuk pengadaan barang jasa bangunan gedung negara, tentunya tidak bisa menggunakan ilmu asal tebak, kecuali anda mau dianggap merencanakan kebutuhan yang fiktif dan asas praduga lainnya.

salah satu yang jadi pertanyaan sering kali, nilai konstruksi contoh Rp. 1000.000.000,- berapa ya nilai jasa konsultan perencanaannya, dan biaya konsultan pengawasnya, dan kadang yang jadi pertanyaan saya malah dasar kenapa muncul nilai konstruksi Rp. 1000.000.000,- kan belum ada perhitungan dari konsultan disini, PA selaku pengguna anggaran yang melakukan perencanaan kebutuhan setidaknya bisa menggunakan pasal 3 permen PU 45/2007 ini untuk bangunan gedung negara, misal merencanakan Gedung sekolah Rp. 1000.000.000,- beberapa referensi yang perlu dipahami PA adalah mencari informasi
data Standar Harga satuan tertinggi
menurut definisi PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA PADA BAB IV PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN GEDUNG NEGARA

·         STANDAR HARGA SATUAN TERTINGGI
Standar Harga Satuan Tertinggi merupakan biaya per-m2 pelaksanaan konstruksi maksimum untuk pembangunan bangunan gedung negara, khususnya untuk pekerjaan standar bangunan gedung negara, yang meliputi pekerjaan struktur, arsitektur dan finishing, serta utilitas bangunan gedung negara. Standar Harga Satuan Tertinggi pembangunan bangunan gedung negara ditetapkan secara berkala untuk setiap kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota setempat, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta ditetapkan oleh Gubernur.
Standar Harga Satuan Tertinggi ditetapkan untuk biaya pelaksanaan konstruksi fisik per-m2 pembangunan bangunan gedung negara dan diberlakukan sesuai dengan klasifikasi, lokasi, dan tahun pembangunannya.

·         BIAYA KONSTRUKSI FISIK
      Yaitu besarnya biaya yang dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan konstruksi fisik bangunan gedung negara yang dilaksanakan oleh penyedia jasa pelaksanaan secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan langsung, atau pemilihan langsung. Biaya konstruksi fisik terdiri dari biaya pekerjaan standar dan non standar. Biaya konstruksi fisik maksimum untuk pekerjaan standar, dihitung dari hasil perkalian total luas bangunan gedung negara dengan standar harga satuan per-m2 tertinggi yang berlaku;

Untuk biaya konstruksi fisik pekerjaan-pekerjaan yang belum ada pedoman harga satuannya (non standar), dihitung dengan rincian kebutuhan nyata dan dikonsultasikan dengan Instansi Teknis setempat;

AMBIL CONTOH :

PEMBANGUNAN Sekolah , yang menurut kompleksitasnya dikategorikan bangunan sederhana:
- Luas bangunan sekolah berdasarkan data exsisting dilapangan adalah 250 m2.
- Anggap harga satuan tertinggi bangunan gedung negara di kab. A adalah Rp. 4000.000,-/m2
- Sehingga biaya konstruksi = 250 m2 x Rp. 4000.0000 = Rp. 1.000.000.000,-
Nah paling tidak data biaya konstruksi Rp 1.000.000.000,- ada justifikasi teknis dan hukumnya.
Selanjutnya perhitungan biaya biaya perencanaan teknis dan pengawasan teknia dapat berpedoman pada tabel Besarnya nilai biaya perencanaan maksimum dan biaya pengawasan maksimum dihitung berdasarkan prosentase konstruksi terhadap nilai biaya konstruksi fisik bangunan
yang tercantum dalam Tabel B1, B2, dan B3;
adapun :
TABEL B1 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI SEDERHANA

TABEL B2 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI TIDAK SEDERHANA

TABEL B3 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI KHUSUS
Dikarenakan identifikasi awal pembangunan sekolah dikategorikan bangunan sederhana maka yang digunakan adalah tabel B1, berdasarkan tabel tersebut
Untuk biaya konstruksi Rp1.000.000.000,- , maka persentase biaya perencanaan maksimum konstruksi adalah 6,83 s.d 5,63 , sy gunakan data perhitungan sebagai berikut 5,63% x Rp. 1000.000.000,- = Rp 56.300.000,- (silakan dikaitkan dengan metode pemilihan)
Untuk persentase biaya pengawasan maksimum konstruksi adalah 4,62 s.d 3,9 sy gunakan data perhitungan sebagai berikut 3,9 % x Rp. 1000.000.000,- = Rp 39.000.000,- (silakan dikaitkan dengan metode pemilihan)
Untuk pengelolaan kegiatan 10 s.d 6,75 sy gunakan data perhitungan sebagai berikut 6,75% x Rp. 1000.000.000,- = Rp 67.500.000 yanng dipecah menjadi 65 % biaya pengelolaan kegiatan, dan 35 % biaya unsur pengelola teknis kegiatan.

Next Tugas PA Selanjutnya sesuai pasal 22 ayat 1 dalam menyusun Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kebutuhan pada K/L/D/I masing-masing.yaitu

3. menetapkan kebijakan umum tentang:
a) pemaketan pekerjaan;
b) cara Pengadaan Barang/Jasa; dan
c) pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa; (sudah dibahas pada artikel sebelumnya)

4. menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Dan dijelaskan pada pasal 22 ayat 4 KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit
a. uraian kegiatan yang akan dilaksanakan;
b. waktu pelaksanaan yang diperlukan;
c. spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan; dan
d. besarnya total perkiraan biaya pekerjaan

inilah cikal bakal dokumen rencana pelaksanaan pengadaan (RPP) yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai tugas dan kewenangannya pada pasal 11 ayat 1 yaitu menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
yang meliputi:
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.


Semoga bisa bermanfaat, mohon koreksinya apabila ada kesalahan...silahkan berdiskusi, salam PBJ


NGOMONGIN LANGKAH2 YANG MESTI DILAKUKAN PPK SETELAH TANDA TANGAN KONTRAK

Salam PBJ..

kali ini mau ngomongin hal-hal yang secara aturan ada langkah2 tertulis yang mesti dilakukan PPK setelah tandatangan kontrak, terkait wewenang PPK sebagai pengendali Kontrak.

Sering menjadi pertanyaan oleh PPK apa saja yang dilakukan mereka setelah melakukan ikatan perjanjian berupa tanda bukti perjanjian sesuai pasal 55 Perpres 54/2010 dan perubahan terakhirnya.
Mungkin dalam hal ini sy mencoba sharing hal diatas, berdasarkan informasi yang pernah saya baca ada beberapa referensi yag membahas hal tersebut, salah satunya adalah Permen PU 34/2006 Perihal Sistem Pengendalian Manajemen Penyelenggaraan Kontrak.

memang secara ruang lingkup Permen PU 34/2006 tersebut diperuntukkan pengadaan jasa pelaksanaan konstruksi (pemborongan) nasional yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN mumi dan/atau pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah dan Pengadaan jasa pemborongan yang dibiayai oleh pinjaman/hibah luar negeri
(PHLN) meliputi pengadaan jasa pemborongan dengan sumber dana Bank Dunia (World Bank/IBRD), Asian Development Bank (ADB), dan Japan Bank for International Corporation (JBIC), yang pelaksanaan pengadaannya hanya diikuti oleh badan usaha kontraktor nasional maupun yang dapat diikuti oleh badan usaha kontraktor asing, atau sumber dana lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan pemberi pinjaman/hibah luar negeri (PHLN).

Tetapi dapat dijadikan salah satu referensi agar para penyelenggara kegiatan konstruksi dapat melaksanakan tugasnya secara profesional dengan tidak menyimpang dari peraturan danketentuan yang berlaku, sehingga diperoleh hasil yang tepat mutu, tepat waktu,tepat biaya, dan tepat manfaat. Sesuai dengan tujuan ditetapkannya Permen ini pada pasal 2 Permen PU 34/2006.

Selain itu beberapa poin juga sudah tercantum pada Syarat-Syarat Umum Kontrak dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak SBD LKPP versi 1.1 yang nantinya legalitasnya akan ditetapkan PPK sebagai Rancangan Kontrak sesuai Tugas dan wewenang PPK pada pasal 11 Perpres 54/2010 dan perubahan terakhirnya.

Berdasarkan daftar simak tahap pelaksanaan kontrak, adapun beberapa tahapan setelah Tanda tangan Kontrak yang perlu dilakukan PPK selaku pihak yang mengadakan ikatan dan mengendalikan kontrak antara lain sebagai berikut:


a.    Membentuk Membentuk Tim Pelaksana lapangan yaitu:
1. Direksi Pekerjaan
2. Direksi Teknis
3. Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak
4. Panitia Penerima Pekerjaan
5. Wakil Penyedia Jasa


Berdasarkan pasal 8 perpres 54/2010 dan perubahan terakhirnya juga disinggung PA dapat menetapkan tim teknis, yang dimaksud tim teknis adalah tim yang dibentuk oleh PA untuk membantu PA dalam pelaksanaan pengadaan ba/ja.tim teknis antara lain terdiri atas tim uji coba, panitia/pejabat peneliti kontrak, dll

Tim pelaksana lapangan inilah yang berperan membantu PA dan PPK dalam menjalankan tugasnya, secara implisit juga sudah diterangkan pada Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) poin B. WAKIL SAH PARA PIHAK, yang nantinya harus diisi oleh PPK selaku pihak menetapkan rancangan kontrak, pihak yang mengadakan ikatan kontrak, dan pihak pengendali kontrak.

b.  Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa bersama-sama melakukan pemeriksaan lapangan, dan Melakukan inventarisasi hasil pemeriksaan lapangan berikut bangunan, bangunan pelengkap, dan seluruh aset milik pengguna jasa, hal ini dikenal dengan istilah STO (Site Take Over)

Hal ini juga disinggung pada Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) poin 16 perihal penyerahan lokasi kerja, Dalam hal ini artinya tindakan pemeriksaan lapangan berada dalam  fase 14 (empat belas) hari sejak tanggal penan-datanganan kontrak


c.   menerbitkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) setelah serah terima lapangan, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal penan-datanganan kontrak; serta dicantumkan tanggal paling lambat dimulainya pelaksanaan kontrak. Atau dikenal dengan istilah lain yaitu COW = Contract of Work.

Hal ini juga diperkuat pada Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) poin 17 perihal Surat Perintah Mulai Kerja yang mana berdasarkan SSUK, Dalam SPMK dicantumkan saat paling lambat dimulainya pelaksanaan kontrak oleh penyedia.



d.  melakukan Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak (PCM),
Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak (PCM) selambat-lambatnya dilakukan 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya SPMK., hal ini juga sudah disinggung pada rancangan kontrak yang ditetapkan PPK sendiri khususnya dibagian SSUK poin 19, yang antara lain berbunyi sebagai berikut “Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak dilakukan Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterbitkannya SPMK dan sebelum pelaksanaan pekerjaan, PPK bersama dengan penyedia, unsur perencanaan, dan unsur pengawasan, harus sudah menyelenggarakan rapat persiapan pelaksanaan kontrak”

Berdasarkan Permen PU 34/2006 Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak (PCM),  Membahas antara lain:

·         Pasal-pasal Dokumen kontrak, perihal:
1. Asuransi pekerjaan;
2. Pekerjaan Tambah Kurang;
3. Penyelesaian perselisihan;
4. Pemeliharaan Pekerjaan;
5. Kompensasi;
6. Denda;
7. Pemutusan Kontrak;
8. dan lain-lain yang dianggap perlu.

·         Tata cara penyelenggaraan pekerjaan:
1. Organisasi kerja;
2. Tata cara pengaturan pekerjaan;
3. Jadwal pelaksanaan pekerjaan;
4. Jadwal pengadaan bahan, mobilisasi peralatan dan personil;
5. Penyusunan rencana pemeriksaan lapangan;
6. Sosialisasi kepada masyarakat dan pemerintah daerah setempat mengenai rencana kerja;
7. Penyusunan program mutu;
8. dan lain-lain yang dinilai perlu.

Hasil dari rapat persiapan pelaksanaan kontrak (PCM) dituangkan dalam berita acara PCM.



e.  Meneliti dan mensepakati program mutu yang disusun oleh Penyedia Jasa
Berdasarkan uraian PCM diatas disinggung perihal program mutu, setidaknya ada 2 acuan yang bisa dijadikan referensi, antara lain pada poin 18 SSUK pada kalimat tersebut hal yang perlu digaris bawahi adalah Penyedia berkewajiban untuk menyerahkan program mutu pada rapat persiapan pelaksanaan kontrak untuk disetujui oleh PPK. Jadi dalam hal ini program mutu adalah tanggung jawabnya penyedia dan diteiti oleh PPK.

Program Mutu ini menurut Permen PU 34/2006 sekurang-kurangnya berisi:
1. Informasi mengenai pengadaan;
2. Organisasi proyek, pengguna jasa, dan penyedia jasa;
3. Jadwal pelaksanaan pekerjaan;
4. Prosedur pelaksanaan pekerjaan;
5. Prosedur instruksi kerja;
6. Pelaksanaan kerja.

 Prosedur pelaksanaan dari tiap-tiap jenis pekerjaan meliputi:
1. Standar pekerjaan;
2. Prosedur kerja;
3. Daftar Inspeksi;
4. Persyaratan pengujian

Prosedur Instruksi kerja harus mencakup rincian minimal tentang:
1. Urutan kegiatan pelaksanaan;
2. Prosedur kerja untuk mengawali kegiatan;
3. Pemantauan proses kegiatan;
4. Pemeliharaan yang diperlukan;
5. Penilaian hasil pekerjaan sesuai dengan spesifikasi

Hasil rapat penelitian oleh PPK selanjutnya dibuat Berita Acara Evaluasi Program Mutu


f.    Evaluasi kegiatan mobilisasi yang mana paling lambat harus sudah dilakukan 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SPMK;

berdasarkan SSUK poin 20.2, tahapan mobilisasi antara lain: Mobilisasi dilakukan sesuai dengan lingkup pekerjaan,  yaitu:
a.    mendatangkan peralatan-peralatan terkait yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan;
b.    mempersiapkan fasilitas seperti kantor, rumah, gedung laboratorium, bengkel, gudang, dan sebagainya; dan/atau
c.     mendatangkan personil-personil.

Yang mana artinya bila selama 30 HK setelah SPMK apabila tidak ada aktifitas penyedia, maka menurut Permen PU 34/2006 PPK dapat mengeluarkan surat teguran.
Yang juga perlu digaris bawahi adalah dalam kegitan mobilisasi ini berkaitan dengan KAK yang ditetapkan oleh Pengguna jasa yang kemudian jadi salah satu PRASYARAT TEKNIS LELANG pada bagian personil, yang mana PPK berkewajiban melakukan croscek dan berhak meminta penyedia mendatangkan personil-personil yang ditawarkan penyedia disaat tahapan pemilihan.

Hal ini juga diamini pada SSUK poin 20.3 yang berbunyi Mobilisasi peralatan dan personil dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan.





g.  MELAKUKAN PEMERIKSAAN LAPANGAN BERSAMA (MC0)
dengan tahapan sebagai berikut:
1.   Direksi teknis bersama-sama panitia peneliti kontrak dan penyedia jasa melaksanakan pemeriksaan lapangan, berupa pengukuran dan pemeriksaan detail kondisi lapangan untuk rencana tiap kegiatan/ mata pembayaran guna menetapkan kuantitas awal.
2.   Hasil pemeriksaan lapangan dituangkan dalam berita acara, dan apabila mengakibatkan perubahan, isi kontrak maka harus dituangkan dalam bentuk Amandemen Kontrak (akibat MC0)
3.   Pemeriksaan lapangan bersama terhadap setiap kegiatan pekerjaan/ mata pembayaran dilaksanakan selama periode waktu pelaksanaan pekerjaan untuk menetapkan kuantitas hasil pekerjaan yang akan dibayar setiap bulan / angsuran.

h.  Tinjauan Desain
melakukan evaluasi terhadap kesesuaian dan akurasi disain yang dipergunakan, baik secara normatif
maupun substantif dan dibuat berita acara. Yang mana apabila mengakibatkan terjadi perubahan disain periksa kewenangan legalitas perubahan desain tersebut sesuai dengan tingkatannya, akan tetapi hal ini tentu sangan berkaitan dalam penetapan jeni kontrak yang ditetapkan oleh PPK dalam rancangan kontrak.
Pada poin tahapan MC0 dan Tinjauan desain ini memegang peranan penting apakah natinya akan terjadi Perubahan Kontrak atau tidak, yang tentunya juga bergantung dengan jenis kontrak yang ditetapkan itu sendiri. Karena pada tahapan ini dilakukan evaluasi kesesuain akurasi desain secara normatif dan subjektif, setelah dilakukan tahapan pengukuran dan pemeriksaan detail kondisi lapangan terkini oleh direksi teknis dan peneliti kontrak.
 Yang mana artinya pada tahapan inilah perubahan kontrak sudah bisa diprediksinya melalui tahapan pemeriksaan lapangan + tinjauan lapangan, bukan tiba-tiba mendadak ditengah jalan saat proses fisik sedang berjalan.
Khusus perubahan kontrak, terdapat klausul2 terdiri yang secara detail dan perlu dipelajari apabila  tahapan ini diperlukan.



i.    Kontrak kritis
Kontrak Kritis berkaitan dengan penetapan uraian jadwal pelaksanaan yang disepakati pada tahapan PCM, dengan ketentuan yang sbb:

1.    Periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak). Realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 15% dari rencana;
2. Periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak). Realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana

Yang mana Penanganan kontrak kritisyang diuraikan Permen PU 34/2006  antara lain adalah :
1.    surat peringatan dari direksi pekerjaan kepada penyedia jasa;
2.    SCM tingkat proyek;
3.    Uji coba pertama;
4.    Surat peringatan I;
5.    SCM tingkat atlas;
6.    Uji coba II;
7.    Surat peringatan II;
8.    SCM tingkat atasan
9.    Uji coba III;
10.  Surat peringatan III;
11.  Kesepakatan 3 (tiga) pihak (three parties agreement)
12.  Pemutusan kontrak
- Buat berita acara penandatanganan kontrak kritis
- Laporan ke atlas adanya kontrak kritis

Yang perlu digaris bawahi dari uraian diatas perihal kontrak kritis adalah adanya tahapan2 berupa surat teguran sampai surat peringatan III, dan langkah show case meeting (SCM) sebelum melakukan penindakan pemutusan kontrak, PPK dalam tahapan ini dituntut untuk mengontrol uraian jadwal pelaksanaan yang disepakati pada saat PCM sehingga tidak panik diujung apabila terdapat gejala putus kontrak, dokumen2 tersebut diataslah yang dijadikan PPK dalam meambil tahapan selanjutnya, hal ini juga di terangkan pada Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) poin 42 yang berbunyi “Apabila Penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal, maka PPK harus memberikan peringatan secara tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis”.


Paling tidak berdasarkan uraian diatas selain dokumen kontrak, sudah terdapat beberapa dokumen lagi sebagai pelengkap PPK dalam menjalankan tugasnya mengendalikan kontrak, antara lain berita acara pemeriksaan lapangan (BA. Serah terima lapangan), SPMK, dan B.A hasil rapat PCM dan B.A Evaluasi Program Mutu. B.A Pemeriksaan Lapangan, B.A tinjauan desain (apabila mengakibatkan perubahan kontrak),  Adendum Kontrak (Apabila ada), dan B.A penanganan Kontrak Kritis.

Dalam artian manajemen kontrak juga salah satunya melalui rapat rutin yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara selain diatur oleh ketentuan diatas yang diuraikan Permen PU 34/2006.

secara narasi mungkin bisa dilihat pada pict berikut

link Permen PU 34/2006 bisa disedot disini.
https://drive.google.com/file/d/0B4drGp0HYQrwcWJqQktuM1FZX1E/view?usp=sharing
Semoga bermanfaat dan mari diskusi serta koreksinya untuk perbaikan kedepannya,