Selasa, 29 September 2015

NGOMONGIN RENCANA UMUM PENGADAAN CHAPTER III (RENCANA KEBUTUHAN UNTUK BANGUNAN GEDUNG NEGARA DAN RENCANA PENGANGGARANNYA)

Salam PBJ,
Seringkali muncul dibenak saya sebagai orang awam di dunia PBJ, terkait dengan perencanaan kebutuhan dalam pengadaan barang jasa pemerintah.

hal ini diuraikan sebagaimana definisi Pengadaan Barang Jasa pemerintah menurut pasal 1 Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahan terakhirnya adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. 

Dalam hal ini pengadaan barang jasa di bagi beberapa tahapan, (lihat gambar dibawah ini)



Perencanaan kebutuhan ini merupakan tugas dan wewenang PA, sebagaimana diatur pada pasal 8 ayat 1 yaitu PA menetapkan Rencana Umum Pengadaan, lanjut kehalaman selanjutnya yaitu kepasal 22 ayat 3 Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. mengindentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yangdiperlukan K/L/D/I;
b. menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat(2);
c. menetapkan kebijakan umum tentang:
1) pemaketan pekerjaan;
2) cara Pengadaan Barang/Jasa; dan
3) pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa;
d. menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Dan dijelaskan pada pasal 22 ayat 4 KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit
a. uraian kegiatan yang akan dilaksanakan;
b. waktu pelaksanaan yang diperlukan;
c. spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan; dan
d. besarnya total perkiraan biaya pekerjaan


inilah cikal bakal dokumen rencana pelaksanaan pengadaan (RPP) yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai tugas dan kewenangannya pada pasal 11 ayat 1 yaitu menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
yang meliputi:
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.


Yang ingin sama-sama dibahas kali ini adalah Identifikasi Kebutuhan khusus Pekerjaan Konstruksi  (Bangunan Gedung Negara) dan Rencana Penganggarannya, 

Khusus pekerjaan konstruksi, acuan normatif yang dipakai antara lain Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dan Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. 

Yang dimaksud dengan bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. (PASAL 1 UU 28/2002 TTG BANGUNAN GEDUNG)

bahwa sesuai penjelasan ayat (8) pasal 5 PeraturanPemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, penyelenggaraan bangunan gedung negara diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum; dalam hal ini Menteri PU engeluarkan PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA yang bisa dijadikan salah satu referensi perencanaan kebutuhan pada bangunan gedung negara.

Langkah-langkah yang dilakukan antara lain, memahami definisi bangunan gedung negara itu apa menurut Permen PU tsb,

Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara, dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.

Kalimat yang digaris bawahi adalah sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.
Yang pertama kali muncul dibenak saya adalah apakah sumber dana APBD tidak boleh menggunakan Permen PU ini, ternyata jawaban dari pertanyaan saya ada pada penjelasan berikutnya, yaitu:
a. pasal 3 ayat 3 yang berbunyi Setiap orang atau Badan Hukum termasuk instansi Pemerintah, dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini. (akan diuraikan dibawah)
 b. Pasal 4 Pengaturan Penyelenggaraan
1.  Setiap pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga harus mendapat bantuan teknis berupa tenaga Pengelola Teknis dari Departemen Pekerjaan Umum dalam rangka pembinaan teknis.

2.    Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik Daerah yang biayanya bersumber dari APBD diatur dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada ketentuan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

3.    Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik BUMN/BUMD mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini

4.    Dalam hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/ Bupati/Walikota pada ayat (2) pasal ini diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5.

5.    Daerah yang telah mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuanketentuan persyaratan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada 

Pasal 3.
Sering muncul pertanyaan bagaimana cara mengaplikasikan poin2 dibawah ini sesuai pasal 22 perihal penyusunan RUP, mari kita coba menggali ke bahasan teknisnya:


1. mengindentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yang diperlukan K/L/D/I;
apa kebutuhan barang/jasa bangunan gedung negara yang diperlukan oleh PA selaku Penguna Anggaran di SKPDnya, dalam mengklasifikasi bangunan gedung negara, pasal 3 permen PU 45/2007 bisa dijadikan referensi antara lain:

A. KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA BERDASARKAN TINGKAT KOMPLEKSITAS MELIPUTI:
1.    BANGUNAN SEDERHANA Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana. Masa penjamina kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. 



2.    BANGUNAN TIDAK SEDERHANA
Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama paling singkat 10 (sepuluh) tahun.



3.    BANGUNAN KHUSUS
Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya paling singkat 10 (sepuluh) tahun. 



B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA
Untuk bangunan rumah negara, disamping klasifikasinya berdasarkan klasifikasi bangunan gedung negara tersebut di atas, juga digolongkan berdasarkan tipe yang didasarkan pada tingkat jabatan penghuninya dan golongan kepangkatan.


langkah selanjutnya adalah,

2. menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat(2);
bagaimana cara menetapkan penganggaran untuk pengadaan barang jasa bangunan gedung negara, tentunya tidak bisa menggunakan ilmu asal tebak, kecuali anda mau dianggap merencanakan kebutuhan yang fiktif dan asas praduga lainnya.

salah satu yang jadi pertanyaan sering kali, nilai konstruksi contoh Rp. 1000.000.000,- berapa ya nilai jasa konsultan perencanaannya, dan biaya konsultan pengawasnya, dan kadang yang jadi pertanyaan saya malah dasar kenapa muncul nilai konstruksi Rp. 1000.000.000,- kan belum ada perhitungan dari konsultan disini, PA selaku pengguna anggaran yang melakukan perencanaan kebutuhan setidaknya bisa menggunakan pasal 3 permen PU 45/2007 ini untuk bangunan gedung negara, misal merencanakan Gedung sekolah Rp. 1000.000.000,- beberapa referensi yang perlu dipahami PA adalah mencari informasi
data Standar Harga satuan tertinggi
menurut definisi PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA PADA BAB IV PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN GEDUNG NEGARA

·         STANDAR HARGA SATUAN TERTINGGI
Standar Harga Satuan Tertinggi merupakan biaya per-m2 pelaksanaan konstruksi maksimum untuk pembangunan bangunan gedung negara, khususnya untuk pekerjaan standar bangunan gedung negara, yang meliputi pekerjaan struktur, arsitektur dan finishing, serta utilitas bangunan gedung negara. Standar Harga Satuan Tertinggi pembangunan bangunan gedung negara ditetapkan secara berkala untuk setiap kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota setempat, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta ditetapkan oleh Gubernur.
Standar Harga Satuan Tertinggi ditetapkan untuk biaya pelaksanaan konstruksi fisik per-m2 pembangunan bangunan gedung negara dan diberlakukan sesuai dengan klasifikasi, lokasi, dan tahun pembangunannya.

·         BIAYA KONSTRUKSI FISIK
      Yaitu besarnya biaya yang dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan konstruksi fisik bangunan gedung negara yang dilaksanakan oleh penyedia jasa pelaksanaan secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan langsung, atau pemilihan langsung. Biaya konstruksi fisik terdiri dari biaya pekerjaan standar dan non standar. Biaya konstruksi fisik maksimum untuk pekerjaan standar, dihitung dari hasil perkalian total luas bangunan gedung negara dengan standar harga satuan per-m2 tertinggi yang berlaku;

Untuk biaya konstruksi fisik pekerjaan-pekerjaan yang belum ada pedoman harga satuannya (non standar), dihitung dengan rincian kebutuhan nyata dan dikonsultasikan dengan Instansi Teknis setempat;

AMBIL CONTOH :

PEMBANGUNAN Sekolah , yang menurut kompleksitasnya dikategorikan bangunan sederhana:
- Luas bangunan sekolah berdasarkan data exsisting dilapangan adalah 250 m2.
- Anggap harga satuan tertinggi bangunan gedung negara di kab. A adalah Rp. 4000.000,-/m2
- Sehingga biaya konstruksi = 250 m2 x Rp. 4000.0000 = Rp. 1.000.000.000,-
Nah paling tidak data biaya konstruksi Rp 1.000.000.000,- ada justifikasi teknis dan hukumnya.
Selanjutnya perhitungan biaya biaya perencanaan teknis dan pengawasan teknia dapat berpedoman pada tabel Besarnya nilai biaya perencanaan maksimum dan biaya pengawasan maksimum dihitung berdasarkan prosentase konstruksi terhadap nilai biaya konstruksi fisik bangunan
yang tercantum dalam Tabel B1, B2, dan B3;
adapun :
TABEL B1 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI SEDERHANA

TABEL B2 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI TIDAK SEDERHANA

TABEL B3 PROSENTASE KOMPONEN BIAYA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI KHUSUS
Dikarenakan identifikasi awal pembangunan sekolah dikategorikan bangunan sederhana maka yang digunakan adalah tabel B1, berdasarkan tabel tersebut
Untuk biaya konstruksi Rp1.000.000.000,- , maka persentase biaya perencanaan maksimum konstruksi adalah 6,83 s.d 5,63 , sy gunakan data perhitungan sebagai berikut 5,63% x Rp. 1000.000.000,- = Rp 56.300.000,- (silakan dikaitkan dengan metode pemilihan)
Untuk persentase biaya pengawasan maksimum konstruksi adalah 4,62 s.d 3,9 sy gunakan data perhitungan sebagai berikut 3,9 % x Rp. 1000.000.000,- = Rp 39.000.000,- (silakan dikaitkan dengan metode pemilihan)
Untuk pengelolaan kegiatan 10 s.d 6,75 sy gunakan data perhitungan sebagai berikut 6,75% x Rp. 1000.000.000,- = Rp 67.500.000 yanng dipecah menjadi 65 % biaya pengelolaan kegiatan, dan 35 % biaya unsur pengelola teknis kegiatan.

Next Tugas PA Selanjutnya sesuai pasal 22 ayat 1 dalam menyusun Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kebutuhan pada K/L/D/I masing-masing.yaitu

3. menetapkan kebijakan umum tentang:
a) pemaketan pekerjaan;
b) cara Pengadaan Barang/Jasa; dan
c) pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa; (sudah dibahas pada artikel sebelumnya)

4. menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Dan dijelaskan pada pasal 22 ayat 4 KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit
a. uraian kegiatan yang akan dilaksanakan;
b. waktu pelaksanaan yang diperlukan;
c. spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan; dan
d. besarnya total perkiraan biaya pekerjaan

inilah cikal bakal dokumen rencana pelaksanaan pengadaan (RPP) yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai tugas dan kewenangannya pada pasal 11 ayat 1 yaitu menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
yang meliputi:
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.


Semoga bisa bermanfaat, mohon koreksinya apabila ada kesalahan...silahkan berdiskusi, salam PBJ


4 komentar:

  1. Sangat bagus ulasan artikelnya,
    Saya mau bertanya, jika dalam proses perencanaan proyek, untuk konsultannya dibagi dalam 3 kualifikasi konsultan perencana yaitu : Konsultan Arsitektur, konsultan struktur, dan konsultan ME, bagaimana bersaran nilai prosentasi terhadap biaya proyek,
    Terimakasih.

    BalasHapus