Minggu, 24 Januari 2016

SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG NEGARA MENURUT PERMEN PU 45/2007

SALAM PBJ, rekan2 sahabat.

Penetapan Spesifikasi teknis Barang/Jasa merupakan tugas pokok dan wewenang PPK dalam kaitannya dengan dokumen Rencana Pelaksanaan Pengadaan (RPP), sesuai uraian pada pasal 11 ayat 1 Perpres 54/2010 dan perubahannya, yaitu  salah satu tugas pokok dan wewenang PPK adalah menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.

seringkali dikelas Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa, saat materi disampaikan oleh Trainer PBJ ambil contoh saat dikelasnya pak Khalid Mustafa ataupun Pak Samsul Ramli, beliau2 hampir selalu membetulkan apabila ada salah satu peserta diklat salah dalam pengucapan urutan dari dokumen RPP tersebut (misal yang diucapkan terlebih dahulu adalah HPS, Spesifikasi teknis Barang/Jasa, Rancangan Kontrak), yang mana uraian dari pasal 11 ayat 1 Perpres 54/2010 dan perubahannya ternyata merupakan suatu hierarki dan Spesifikasi Teknis Barang/Jasa merupakan hierarki tertinggi dari dokumen RPP tersebut.

Spesifikasi teknis Barang/Jasa yang tidak tepat akan mengakibatkan turunan selanjutnya yaitu penyusunan HPS tidak maksimal, bisa disebabkan karena kurang jelasnya spesifikasi teknis barang/jasa  yang diinginkan bahkan cenderung hanya Copy Paste / Save As dari File Lama yang sudah tidak ada kaitannya lg dengan pekerjaan saat ini, sehingga timbulah penafsiran yang beragam dalam melakukan penyusunan HPS, misal dalam tahap survey harga pasar, tidak jelas barang yang ingin diuraikan pada spesifikasi teknis Barang/Jasa, sehingga bisa mengakibatkan range harga yang mungkin terlampau tinggi atau malah terlampau rendah, yang tentunya akan berpengaruh pada tahap pemilihan penyedia.

Penyusunan spesifikasi teknis yang tidak tepat, bahkan juga akan berpengaruh dalam penyusunan rancangan kontrak yang diinginkan nantinya, ambil contoh umur bangunan pada SSKK tentu erat kaitannya dengan spesifikasi teknis yang direncanakan, begitu juga dengan masa pemeliharaannya.

Pada Kesempatan kali ini mari kita sama-sama membahas perihal Spesifikasi Teknis Barang Jasa Khususnya untuk Bangunan Gedung Negara.
Khusus untuk pekerjaan konstruksi, salah satu acuan normatif yang dipakai antara lain Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dan Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Yang dimaksud dengan bangunan gedung menurut pasal 1 UU 28/2002  TTG BANGUNAN GEDUNG adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

bahwa sesuai penjelasan pasal 5 ayat (8) PeraturanPemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, penyelenggaraan bangunan gedung negara diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum, yang mana dalam hal ini adalah Menteri PU yang kemudian  mengeluarkan PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA, dan tentunya bisa dijadikan salah satu referensi, untuk para praktisi PBJ Lingkup Konstruksi khususnya terkait bangunan Gedung Negara.



langkah pertama yang perlu kita sama2 pahami adalah mengenal definisi dari bangunan gedung negara yang dimaksud pada PERMEN PU 45/PRT/M/2007, yang mana Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara, dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.

kalimat yang perlu digaris bawahi adalah sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.

Yang pertama kali muncul dibenak saya adalah apakah sumber dana APBD tidak boleh menggunakan Permen PU ini, ternyata jawaban dari pertanyaan saya ada pada penjelasan berikutnya, yaitu:

a.     Pasal 3 ayat 3 yang berbunyi Setiap orang atau Badan Hukum termasuk instansi Pemerintah, dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini. (akan diuraikan dibawah )

b.       Pasal 4 Pengaturan Penyelenggaraan:
1.       Setiap pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga harus mendapat bantuan teknis berupa tenaga Pengelola Teknis dari Departemen Pekerjaan Umum dalam rangka pembinaan teknis.

2.       Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik Daerah yang biayanya bersumber dari APBD diatur dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada ketentuan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

3.      Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik BUMN/BUMD mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini

4.       Dalam hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/ Bupati/Walikota pada ayat (2) pasal ini diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5.

5.   Daerah yang telah mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuanketentuan persyaratan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 3.

Beberapa referensi perihal spesifikasi teknis Barang/Jasa yang diatur oleh PermenPU 45/2007, diuraikan pada pasal 3 permen PU 45/2007, yang kemudian diuraikan lebih detail pada BAB II Permen PU tsb.

Tahapan pertama yang dilakukan yaitu harus melakukan identifikasi terhadap klasifikasi bangunan gedung negara dan Bangunan Rumah Negara:

A.    KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA BERDASARKAN TINGKAT KOMPLEKSITAS MELIPUTI:

1.     BANGUNAN SEDERHANA Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana. Masa penjamina kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun.


2.     BANGUNAN TIDAK SEDERHANA
Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana


3.     BANGUNAN KHUSUS
Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus


Dengan standar luasan untuk klasifikasi Bangunan Gedung Negara, berdasarkan Tabel C Permen PU 45/2007 adalah



B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA
Untuk bangunan rumah negara, disamping klasifikasinya berdasarkan klasifikasi bangunan gedung negara tersebut di atas, juga digolongkan berdasarkan tipe yang didasarkan pada tingkat jabatan penghuninya dan golongan kepangkatan.



Dengan standar luasan untuk Tipe Bangunan Rumah Negara, berdasarkan Tabel D Permen PU 45/2007 adalah



Secara garis besar, persyaratan teknis bangunan gedung negara  dan rumah negara adalah sebagai berikut:

  1. PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
  2. PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN
  3. PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN
  4. PERSYARATAN UTILITAS BANGUNAN
  5. PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN

Tahapan tersebut akan dijabarkan menjadi Spesifikasi Teknis Bangunan Gedung Pemerintah/Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara dan Spesifikasi Teknis Bangunan Rumah Negara, yang diuraikan pada Tabel A1 dan Tabel A2 yang diatur oleh PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA.

1. SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG NEGARA (KLASIFIKASI SEDERHANA/TIDAKSEDERHANA/KHUSUS)


2. SPESIFIKASI TEKNIS TIPE RUMAH NEGARA (KHUSUS & TIPE A/TIPE B/TIPE C,D,&E)
 
Demikian diskusi singkat mengenai SPESIFIKASI TEKNIS terkait BANGUNAN GEDUNG NEGARA yang diatur oleh PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA, semoga bermanfaat.

Selasa, 05 Januari 2016

NGOMONGIN PERIHAL RENCANA UMUM PENGADAAN , CHAPTER II (TTG ORGANISASI PENGADAAN, PPK YANG DIJABAT PA/KPA, TIM TEKNIS,TIM PENELITI KONTRAK, ETC...)

SALAM PBJ...Rekan2 Pengadaan

Pada kesempatan kali ini mau menyambung tulisan sebelumnya perihal Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang lebih membahas ttg identifikasi kebutuhan,
Tahapan selanjutnya dari Penyusunan RUP yang akan sama2 kita bahas adalah bagian dari Penyusunan Rencana Umum Pengadaan (RUP), sesuai pasal 22 ayat 3 mengenai tahapan Kebijakan Umum yaitu Pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa.

Pertama-tama yang kita ulas dari Organisasi Pengadaan adalah dasar hukum organisasi pengadaan yang diatur pada pasal 7 Perpres 54/2010 dan perubahannya yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK;
c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

(2) Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK; dan
c. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

(3) PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

(4) Perangkat organisasi ULP ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:
a. kepala;
b. sekretariat;
c. staf pendukung; dan
d. kelompok kerja.

Ada beberapa hal terkait dengan organisasi pelaksanaan pengadaan yang secara tersirat diatur perpres antara lain ditemukan pada pasal 8 ayat 2 perihal tugas pokok dan kewenangan PA, yang berbunyi Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PA dapat:
a. menetapkan tim teknis; dan/atau
b. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan Pengadaan melalui Sayembara/Kontes.

Dan pada pasal 11 ayat 2 (huruf b dan c)
(2) Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PPK dapat:

b. menetapkan tim pendukung;
c. menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan


 Tugas Pokokdan Kewewnangan PPK terkait Organisasi PBJ


Selain pada Perpres 54/2010 dan perubahannya terkait Organisasi pengadaan khususnya untuk Pekerjaan Konstruksi ada diatur oleh Permen PU 34/2006 Tentang PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN (SISDALMEN) PENYELENGGARAAN KONTRAK JASA KONSTRUKSI (PEMBORONGAN) pada lampiran 3 disebutkan pada tahap persiapan pelaksanaan kontrak, langkah dalam pengendalian kontrak pada tahap ini adalah

a. membentuk tim pelaksana lapangan yang terdiri dari:
1. Direksi Pekerjaan
2. Direksi Teknis
3. Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak
4. Panitia Penerima Pekerjaan
5. Wakil Penyedia Jasa
b. Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa bersama-sama melakukan pemeriksaan lapangan

c. Melakukan inventarisasi hasil pemeriksaan lapangan berikut bangunan, bangunan pelengkap, dan seluruh aset milik pengguna jasa,

d. Membuat Berita Acara Serah Terima Lapangan




khusus tim/panitia peneliti pelaksanaan kontrak pada Syarat-Syarat Umum Kontrak juga sudah disebutkan yang mana notabene adalah produknya PPK dalam Rancangan Kontrak, yaitu pada SSUK angka 25 tentang pemeriksaan bersama, angka 34 tentang perubahan kontrak, angka 35 tentang perubahan lingkup pekerjaan.




 Poin-Poin SSUK berkaitan dengan Organisai PBJ


Berasal dari beberapa pasal yang berkaitan dengan organisasi pengadaan baik berdasarkan Perpres 54/2010 dan Permen PU 34/2006 ttg Sisdalmen Kontrak, dapat disarikan antara lain sebagai berikut:
a. PA/KPA;

b. PPK;

c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan

d. Perangkat organisasi ULP ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:
1. kepala;
2. sekretariat;
3. staf pendukung; dan
4. kelompok kerja.

e. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

f. tim pendukung yang ditetapkan oleh PPK.

g. menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULPyang ditetapkan oleh PPK.

h. tim teknis yang ditetapkan oleh PA

i. tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan Pengadaan melalui Sayembara/Kontes yang ditetapkan oleh PA.

j. tim pelaksana lapangan yang di tetapkan oleh Kepala Satuan Kerja terdiri dari:
1. Direksi Pekerjaan
2. Direksi Teknis
3. Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak
4. Panitia Penerima Pekerjaan

Output dari organisasi pengadaan ini adalah SURAT KEPUTUSAN yang di tetapkan oleh Kepala Daerah, PA, dan PPK, dan sangat berhubungan dengan salah satu bagian dari RUP yang ditetapkan oleh PA yaitu menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa.

mengapa menjadi sangat berhubungan??

Karena seyogyanya tentu sudah sewajibnya PA sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang memberikan Reward kepada para pelaksana Pengadaan Barang/Jasa pada organisasi pengadaan sesuai kebutuhan yang  ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK).

Hal ini juga ditegaskan lagi oleh Perka LKPP No 14/2012 perihal kaji ulang yang berbunyi sebagai berikut.

Pengkajian ulang rencana penganggaran biaya pengadaan dilakukan untuk memastikan:
1.    kode akun yang tercantum dalam dokumen anggaran sesuai dengan peruntukan dan jenis pengeluaran;
2.    perkiraan jumlah anggaran yang tersedia untuk paket pekerjaan dalam dokumen anggaran mencukupi kebutuhan pelaksanaan pekerjaan; dan
3.    tersedia biaya pendukung pelaksanaan pengadaan, antara lain biaya pelaksanaan pemilihan Penyedia dan biaya pada saat pelaksanaan pekerjaan yang dibiayai APBN/APBD, antara lain:
a.     honorarium personil organisasi Pengadaan Barang/Jasa termasuk tim teknis, tim pendukung, dan staf pengelola kegiatan
b.        biaya pengumuman pengadaan termasuk biaya pengumuman ulang
c.        biaya penggandaan Dokumen Pengadaan (Arsip/dokumentasi)
d.        biaya lainnya yang diperlukan


PERKA 14/2012 Kaji Ulang RUP (RAB)


Sering kali dalam tahap pelaksanaan pengadaan barang/jasa menemukan tidak adannya honorarium para pelaku organisasi pengadaan barang/jasa baik sebagai PPK/Pokja ULP (yang add hoc)/ Pejabat Pengadaan/PPHP/ Tim teknis, dan Tim pendukung, oleh karena itu saat kaji ulang RUP, PPK, dan ULP/PP seharusnya melakukan pengkajian terhadap RKA yang telah disusun, dan berhak melakukan usulan perubahan kepada PA apabila tidak ditemukan penganggaran honorarium, hal ini juga di jelaskan pada Perka LKPP No 12/2011 perihal Pedoman Umum Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa.



Yang mana apabila ada perubahan pada RKA maka usulan perubahan yang disetujui akan mengakibatkan RKA direvisi  dan tentunya akan ada RUP revisi sesuai dengan RKA yang disetujui, dan tentunya mesti diumumkan Ulang sampai proses selanjutnya menjadi Perda APBD.

Itu sekilas pembahasan mengenai Organisasi pengadaan dan kaitannya dengan rencana penganggaran biaya pengadaan yang masih sama-sama tahapan penyusunan dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP).

Tahapan pengadaan barang/jasa Secara garis besar terdiri atas 3 tahapan, yaitu tahapan Persiapan, Pemilihan, dan Pelaksanaan Pekerjaan, khusus terkait PPK sebagai pihak yang terlibat cukup banyak dan berperan langsung pada 2 tahapan yaitu tahapan persiapan (Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengadaan) dan tahap pelaksanaan pekerjaan (sebagai pihak yang mengadakan ikatan perjanjian dengan pihak penyedia barang/jasa).

Oleh karena itu sangat penting PA sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang menunjuk PPK yang kompeten dan memenuhi syarat agar anggaran yang keluar sebagai belanja daerah tidak mengakibatkan kerugian negara, dan hasil output dari pengadaan barang/jasa tersebut yang akan menjadi aset daerah sesuai dengan kebutuhan PA sebagai pengguna barang.

Terkait dengan ingin mendapatkan PPK yang kompeten dan memenuhi syarat, ada yang menarik pada pengelolaan keuangan daerah, Khusususnya untuk Pelaksanaan APBD maka pedoman anggaran merujuk kepada Permendagri 13/2007 dan perubahannya tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.


Ada pasal yang menarik pada Permendagri 21/2011 terkait dengan peran PPK selaku pihak yang akan berperan pada tahap Persiapan, dan Pelaksanaan Pekerjaan. Pada pasal 10 A dan pasal 11 ayat 5 mengatur perihal tindakan sebagai PPK yang berbunyi sebagai berikut

Pasal 10A berbunyi sebagai berikut



Pasal 11 ayat 5 berbunyi sebagai berikut



Pasal 11 Ayat 1 berbunyi sebagai berikut

(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.

Dengan kata lain berdasarkan Permendagri 13/2007 dan Perpres 54/2010 maka PA/KPA dapat bertindak sebagai PPK, namun ada pengecualian pada 2 peraturan tersebut.

Pada permendagri 13/2006 berbunyi Pengguna Anggaran bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Yang mana dalam hal ini peraturan peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Perpres 54/2010 dan perubahannya.

Pasal yang mengatur adalah pasal 12 yang berbunyi sbb:

q    Pasal 12 Ayat 1 yang berbunyi sbb:
(1)   PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.

Dalam hal ini berarti PPK adalah bagian dari organisasi pengadaan yang ditetapkan oleh PA/KPA dalam bentuk Surat Keputusan.

q    Pasal 12 ayat 2 adalah persyaratan untuk menjadi PPK yang terdiri dari 7 syarat.

Pasal 12 Ayat 2 yang berbunyi sbb:

Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki integritas;

b. memiliki disiplin tinggi;

c. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;

d. mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;

e. menandatangani Pakta Integritas;

f. tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara; dan

g. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.

Yang menarik adalah memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa adalah syarat terakhir, ini menunjukkan hierarki yang mesti dipunya PPK, yang utama adalah integritas, disiplin, tanggung jawab, memiliki kualifikasi teknis dan manajerial

Persyaratan manajerial yang dimaksud diuraikan pada pasal 12 ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut:

a. berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;

b. memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan

c. memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.

Syarat selanjutnya tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara.

ada perubahan klausul pada pasal ini yaitu pada Perpres 54/2010 bunyi dari poin f adalah tidak menjabat sebagai pengelola keuangan akan tetapi dirubah menjadi tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara;

dalam hal ini subjeknya ada 2 yaitu:

-       tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar.

-       Bendahara, yang mana bendahara ini berdasarkan Permendagri 13/2006 pasal 14 adalah Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dan dapat dibantu oleh pembantu bendahara.

Kalimat pada klausul yang muncul sebelumnya adalah Pengelolaan Keuangan, klausul ini cukup luas mungkin salah satunya adalah bagian dari organisasi pada Permendagri 13/2006 pada pasal 13 Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD.  Tentunya tidak dapat menjadi PPK,

akan tetapi dengan perubahan klausul pada poin f menjadi tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara, Bisa menjadi menjabat sebagai PPK selama memenuhi persyaratan yang diatur pada pasal 12 ayat 2.

q    Penambahan pasal 12 ayat 2a yang berbunyi sbb

2a) Persyaratan tidak menjabat sebagai PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, dikecualikan untuk PA/KPA yang bertindak sebagai PPK.

Hal ini cukup jelas mengingat tugas PA menurut pasal 10 huruf h Permendagri 13/2006 dan perubahannya adalah menandatangani SPM;
Dan tugas KPA pasal 11 ayat 3 a huruf e yang berbunyi menandatangani SPM-LS dan SPM-TU;



q    Penambahan pasal 12 ayat 2b yang berbunyi sbb

(2b) Dalam hal tidak ada personil yang memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai PPK, persyaratan pada ayat (2) huruf g dikecualikan untuk:

a. PPK yang dijabat oleh pejabat eselon I dan II di K/L/D/I; dan/atau

b. PA/KPA yang bertindak sebagai PPK.

Cukup jelas pada klausul ini penunjukan PPK yang yang dijabat oleh pejabat eselon I dan II di K/L/D/I; dan/atau PA/KPA yang bertindak sebagai PPK hanya diperuntukkan pada SKPD yang tidak memiliki personil yang memenuhi persyaratan pada pasal 12 ayat 2.

Dalam suatu SKPD apabila ada personil yang memenuhi persyaratan menjadi PPK, khususnya memiliki integritas, disiplin, tanggung jawab, memiliki kualifikasi teknis dan manajerial, mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN, menandatangani Pakta Integritas, tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara, serta memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Berarti dapat ditunjuk sebagai PPK.

Biar PA/KPA menjalankan perannya sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang, karena klausul dari Permendagri 13/2006 adalah PA/KPA bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam hal ini adalah Perpres 54/2010 dan perubahannya khususnya yang diatur pada pasal 12

q    pasal 12 ayat 4 yang berbunyi sbb

Dalam hal jumlah Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terbatas, persyaratan pada ayat (3) huruf a dapat diganti dengan paling kurang golongan IIIa atau disetarakan dengan golongan IIIa.


Demikian yang dapat disampaikan semoga bermanfaat dan mohon koreksinya.