SALAM PBJ, rekan2 sahabat.
Penetapan Spesifikasi teknis Barang/Jasa
merupakan tugas pokok dan wewenang PPK dalam kaitannya dengan dokumen Rencana
Pelaksanaan Pengadaan (RPP), sesuai uraian pada pasal 11 ayat 1 Perpres 54/2010
dan perubahannya, yaitu salah satu tugas
pokok dan wewenang PPK adalah menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa yang meliputi:
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.
seringkali dikelas Pelatihan Pengadaan
Barang/Jasa, saat materi disampaikan oleh Trainer PBJ ambil contoh saat
dikelasnya pak Khalid Mustafa ataupun Pak Samsul Ramli, beliau2 hampir selalu
membetulkan apabila ada salah satu peserta diklat salah dalam pengucapan urutan
dari dokumen RPP tersebut (misal yang diucapkan terlebih dahulu adalah HPS,
Spesifikasi teknis Barang/Jasa, Rancangan Kontrak), yang mana uraian dari pasal
11 ayat 1 Perpres 54/2010 dan perubahannya ternyata merupakan suatu hierarki
dan Spesifikasi Teknis Barang/Jasa merupakan hierarki tertinggi dari dokumen
RPP tersebut.
Spesifikasi teknis Barang/Jasa yang tidak
tepat akan mengakibatkan turunan selanjutnya yaitu penyusunan HPS tidak
maksimal, bisa disebabkan karena kurang
jelasnya spesifikasi teknis barang/jasa yang diinginkan bahkan cenderung hanya Copy
Paste / Save As dari File Lama yang sudah tidak ada kaitannya lg dengan
pekerjaan saat ini, sehingga timbulah penafsiran yang beragam dalam
melakukan penyusunan HPS, misal dalam tahap survey harga pasar, tidak jelas
barang yang ingin diuraikan pada spesifikasi teknis Barang/Jasa, sehingga bisa
mengakibatkan range harga yang mungkin terlampau tinggi atau malah terlampau
rendah, yang tentunya akan berpengaruh pada tahap pemilihan penyedia.
Penyusunan spesifikasi teknis yang tidak
tepat, bahkan juga akan berpengaruh dalam penyusunan rancangan kontrak yang
diinginkan nantinya, ambil contoh umur bangunan pada SSKK tentu erat kaitannya
dengan spesifikasi teknis yang direncanakan, begitu juga dengan masa
pemeliharaannya.
Pada Kesempatan kali ini mari kita
sama-sama membahas perihal Spesifikasi Teknis Barang Jasa Khususnya untuk
Bangunan Gedung Negara.
Khusus untuk pekerjaan konstruksi, salah
satu acuan normatif yang dipakai antara lain Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dan Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung.
Yang dimaksud dengan bangunan gedung menurut
pasal 1 UU 28/2002 TTG BANGUNAN GEDUNG adalah wujud fisik
hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,
yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian
atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus.
bahwa sesuai penjelasan pasal 5 ayat (8) PeraturanPemerintah No. 36
tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung, penyelenggaraan bangunan gedung negara diatur oleh
Menteri Pekerjaan Umum, yang mana dalam hal ini adalah Menteri PU yang kemudian mengeluarkan PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA, dan tentunya bisa dijadikan salah satu referensi,
untuk para praktisi PBJ Lingkup Konstruksi khususnya terkait bangunan Gedung
Negara.
langkah pertama yang perlu kita sama2
pahami adalah mengenal definisi dari bangunan gedung negara yang dimaksud pada PERMEN PU 45/PRT/M/2007, yang mana Bangunan
Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan
menjadi kekayaan milik negara seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung
rumah sakit, gudang, dan rumah negara, dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang
berasal dari dana APBN, dan/atau perolehan lainnya yang sah.
kalimat yang perlu digaris bawahi adalah sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau
perolehan lainnya yang sah.
Yang pertama kali muncul dibenak saya
adalah apakah sumber dana APBD tidak boleh menggunakan Permen PU ini, ternyata
jawaban dari pertanyaan saya ada pada penjelasan berikutnya, yaitu:
a. Pasal
3 ayat 3 yang berbunyi Setiap orang atau Badan Hukum termasuk instansi
Pemerintah, dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara wajib
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini. (akan
diuraikan dibawah )
b. Pasal 4 Pengaturan Penyelenggaraan:
1.
Setiap
pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga
harus mendapat bantuan teknis berupa tenaga Pengelola Teknis dari Departemen
Pekerjaan Umum dalam rangka pembinaan teknis.
2.
Untuk
pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik Daerah yang biayanya bersumber
dari APBD diatur dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada
ketentuan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
3. Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung
Milik BUMN/BUMD mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini
4.
Dalam
hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/ Bupati/Walikota pada ayat (2)
pasal ini diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5.
5. Daerah yang telah mempunyai Keputusan
Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini sebelum
Peraturan Menteri ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuanketentuan
persyaratan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada Pasal
3.
Beberapa referensi perihal spesifikasi
teknis Barang/Jasa yang diatur oleh PermenPU 45/2007, diuraikan pada pasal 3
permen PU 45/2007, yang kemudian diuraikan lebih detail pada BAB II Permen PU
tsb.
Tahapan pertama yang dilakukan yaitu harus
melakukan identifikasi terhadap klasifikasi bangunan gedung negara dan Bangunan
Rumah Negara:
A.
KLASIFIKASI
BANGUNAN GEDUNG NEGARA BERDASARKAN TINGKAT KOMPLEKSITAS MELIPUTI:
1. BANGUNAN SEDERHANA Klasifikasi bangunan sederhana adalah
bangunan gedung negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas
dan teknologi sederhana. Masa penjamina kegagalan bangunannya adalah selama 10
(sepuluh) tahun.
2. BANGUNAN TIDAK SEDERHANA
Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung
negara dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau
teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama
paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak
Sederhana
3.
BANGUNAN
KHUSUS
Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara
yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. Masa penjaminan
kegagalan bangunannya paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk
klasifikasi Bangunan Khusus
Dengan standar luasan untuk klasifikasi Bangunan Gedung Negara, berdasarkan Tabel C Permen PU 45/2007 adalah
B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA
Untuk bangunan rumah negara, disamping
klasifikasinya berdasarkan klasifikasi bangunan gedung negara tersebut di atas,
juga digolongkan berdasarkan tipe yang didasarkan pada tingkat jabatan
penghuninya dan golongan kepangkatan.
Dengan standar luasan untuk Tipe Bangunan Rumah Negara, berdasarkan Tabel D Permen PU 45/2007 adalah
Secara garis besar, persyaratan teknis bangunan gedung
negara dan rumah negara adalah sebagai berikut:
- PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN
- PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN
- PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN
- PERSYARATAN UTILITAS BANGUNAN
- PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN
Tahapan tersebut akan dijabarkan menjadi
Spesifikasi Teknis Bangunan Gedung Pemerintah/Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara
dan Spesifikasi Teknis Bangunan Rumah Negara, yang diuraikan pada Tabel A1 dan
Tabel A2 yang diatur oleh PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA.
1. SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG NEGARA (KLASIFIKASI SEDERHANA/TIDAKSEDERHANA/KHUSUS)
2. SPESIFIKASI TEKNIS TIPE RUMAH NEGARA (KHUSUS & TIPE A/TIPE B/TIPE C,D,&E)
Demikian diskusi singkat mengenai SPESIFIKASI TEKNIS terkait BANGUNAN GEDUNG NEGARA yang diatur oleh PERMEN PU NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar