SALAM PBJ...Rekan2
Pengadaan
Pada kesempatan
kali ini mau menyambung tulisan sebelumnya perihal Rencana Umum Pengadaan (RUP)
yang lebih membahas ttg identifikasi kebutuhan,
Tahapan selanjutnya
dari Penyusunan RUP yang akan sama2 kita bahas adalah bagian dari Penyusunan
Rencana Umum Pengadaan (RUP), sesuai pasal 22 ayat 3 mengenai tahapan Kebijakan
Umum yaitu Pengorganisasian Pengadaan
Barang/Jasa.
Pertama-tama yang
kita ulas dari Organisasi Pengadaan adalah dasar hukum organisasi pengadaan
yang diatur pada pasal 7 Perpres 54/2010 dan perubahannya yang berbunyi sebagai
berikut:
(1) Organisasi Pengadaan
Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK;
c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
d. Panitia/Pejabat Penerima
Hasil Pekerjaan.
(2) Organisasi Pengadaan
Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK; dan
c. Panitia/Pejabat Penerima
Hasil Pekerjaan.
(3) PPK dapat dibantu oleh
tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(4) Perangkat organisasi ULP
ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:
a. kepala;
b. sekretariat;
c. staf pendukung; dan
d. kelompok kerja.
Ada beberapa hal terkait dengan
organisasi pelaksanaan pengadaan yang secara tersirat diatur perpres antara
lain ditemukan pada pasal 8 ayat 2 perihal tugas pokok dan kewenangan PA, yang
berbunyi Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dalam hal
diperlukan, PA dapat:
a. menetapkan tim teknis;
dan/atau
b. menetapkan tim juri/tim
ahli untuk pelaksanaan Pengadaan melalui Sayembara/Kontes.
Dan pada pasal 11 ayat 2
(huruf b dan c)
(2) Selain tugas pokok dan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, PPK dapat:
b. menetapkan tim pendukung;
c. menetapkan tim atau tenaga
ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP;
dan
Tugas Pokokdan Kewewnangan PPK terkait Organisasi PBJ
Selain pada Perpres 54/2010
dan perubahannya terkait Organisasi pengadaan khususnya untuk Pekerjaan
Konstruksi ada diatur oleh Permen PU 34/2006 Tentang PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM
PENGENDALIAN MANAJEMEN (SISDALMEN) PENYELENGGARAAN KONTRAK JASA KONSTRUKSI
(PEMBORONGAN) pada lampiran 3 disebutkan pada tahap persiapan pelaksanaan kontrak,
langkah dalam pengendalian kontrak pada tahap ini adalah
a. membentuk tim pelaksana
lapangan yang terdiri dari:
1. Direksi Pekerjaan
2. Direksi Teknis
3. Panitia Peneliti
Pelaksanaan Kontrak
4. Panitia Penerima Pekerjaan
5.
Wakil Penyedia Jasa
b. Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa bersama-sama
melakukan pemeriksaan lapangan
c. Melakukan inventarisasi hasil pemeriksaan
lapangan berikut bangunan, bangunan pelengkap, dan seluruh aset milik pengguna
jasa,
d. Membuat Berita Acara Serah Terima Lapangan
khusus tim/panitia peneliti pelaksanaan
kontrak pada Syarat-Syarat Umum Kontrak juga sudah disebutkan yang mana
notabene adalah produknya PPK dalam Rancangan Kontrak, yaitu pada SSUK angka 25
tentang pemeriksaan bersama, angka 34 tentang perubahan kontrak, angka 35
tentang perubahan lingkup pekerjaan.
Poin-Poin SSUK berkaitan dengan Organisai PBJ
Berasal dari beberapa pasal
yang berkaitan dengan organisasi pengadaan baik berdasarkan Perpres 54/2010 dan
Permen PU 34/2006 ttg Sisdalmen Kontrak, dapat disarikan antara lain sebagai
berikut:
a. PA/KPA;
b. PPK;
c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan
d. Perangkat organisasi ULP
ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri atas:
1. kepala;
2. sekretariat;
3. staf pendukung; dan
4. kelompok kerja.
e. Panitia/Pejabat Penerima
Hasil Pekerjaan.
f. tim pendukung yang ditetapkan
oleh PPK.
g. menetapkan tim atau tenaga
ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas
ULPyang ditetapkan oleh PPK.
h. tim teknis yang ditetapkan
oleh PA
i. tim juri/tim ahli untuk
pelaksanaan Pengadaan melalui Sayembara/Kontes yang ditetapkan oleh PA.
j. tim pelaksana lapangan yang
di tetapkan oleh Kepala Satuan Kerja terdiri dari:
1. Direksi Pekerjaan
2. Direksi Teknis
3. Panitia Peneliti
Pelaksanaan Kontrak
4. Panitia Penerima Pekerjaan
Output dari organisasi pengadaan ini adalah SURAT KEPUTUSAN yang di tetapkan
oleh Kepala Daerah, PA, dan PPK, dan sangat berhubungan dengan salah satu
bagian dari RUP yang ditetapkan oleh PA yaitu menyusun dan menetapkan rencana
penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa.
mengapa menjadi sangat
berhubungan??
Karena seyogyanya tentu sudah sewajibnya PA sebagai Pengguna
Anggaran dan Pengguna Barang memberikan Reward kepada para pelaksana Pengadaan
Barang/Jasa pada organisasi pengadaan sesuai kebutuhan yang ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK).
Hal ini juga ditegaskan lagi oleh Perka LKPP No 14/2012
perihal kaji ulang yang berbunyi sebagai berikut.
Pengkajian ulang rencana penganggaran biaya pengadaan
dilakukan untuk memastikan:
1.
kode akun yang tercantum dalam
dokumen anggaran sesuai dengan peruntukan dan jenis pengeluaran;
2.
perkiraan jumlah anggaran yang
tersedia untuk paket pekerjaan dalam dokumen anggaran mencukupi kebutuhan
pelaksanaan pekerjaan; dan
3.
tersedia biaya pendukung
pelaksanaan pengadaan, antara lain biaya pelaksanaan pemilihan Penyedia dan
biaya pada saat pelaksanaan pekerjaan yang dibiayai APBN/APBD, antara lain:
a.
honorarium personil organisasi Pengadaan Barang/Jasa termasuk
tim teknis, tim pendukung, dan staf pengelola kegiatan
b.
biaya pengumuman pengadaan
termasuk biaya pengumuman ulang
c.
biaya penggandaan Dokumen Pengadaan
(Arsip/dokumentasi)
d.
biaya lainnya yang diperlukan
PERKA 14/2012 Kaji Ulang RUP (RAB)
Sering kali dalam tahap
pelaksanaan pengadaan barang/jasa menemukan tidak adannya honorarium para
pelaku organisasi pengadaan barang/jasa baik sebagai PPK/Pokja ULP (yang add
hoc)/ Pejabat Pengadaan/PPHP/ Tim teknis, dan Tim pendukung, oleh karena itu
saat kaji ulang RUP, PPK, dan ULP/PP seharusnya melakukan pengkajian terhadap
RKA yang telah disusun, dan berhak melakukan usulan perubahan kepada PA apabila
tidak ditemukan penganggaran honorarium, hal ini juga di jelaskan pada Perka
LKPP No 12/2011 perihal Pedoman Umum Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Yang mana apabila ada
perubahan pada RKA maka usulan perubahan yang disetujui akan mengakibatkan RKA
direvisi dan tentunya akan ada RUP
revisi sesuai dengan RKA yang disetujui, dan tentunya mesti diumumkan Ulang sampai proses selanjutnya menjadi Perda APBD.
Itu sekilas pembahasan
mengenai Organisasi pengadaan dan kaitannya dengan rencana penganggaran biaya
pengadaan yang masih sama-sama tahapan penyusunan dokumen Rencana Umum
Pengadaan (RUP).
Tahapan pengadaan barang/jasa
Secara garis besar terdiri atas 3 tahapan, yaitu tahapan Persiapan, Pemilihan,
dan Pelaksanaan Pekerjaan, khusus terkait PPK sebagai pihak yang terlibat cukup
banyak dan berperan langsung pada 2 tahapan yaitu tahapan persiapan (Penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pengadaan) dan tahap pelaksanaan pekerjaan (sebagai pihak
yang mengadakan ikatan perjanjian dengan pihak penyedia barang/jasa).
Oleh
karena itu sangat penting PA sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang
menunjuk PPK yang kompeten dan memenuhi syarat agar anggaran yang keluar
sebagai belanja daerah tidak mengakibatkan kerugian negara, dan hasil output
dari pengadaan barang/jasa tersebut yang akan menjadi aset daerah sesuai dengan
kebutuhan PA sebagai pengguna barang.
Terkait dengan ingin
mendapatkan PPK yang kompeten dan memenuhi syarat, ada yang menarik pada
pengelolaan keuangan daerah, Khusususnya untuk Pelaksanaan APBD maka pedoman
anggaran merujuk kepada Permendagri 13/2007 dan perubahannya tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Ada pasal yang menarik pada
Permendagri 21/2011 terkait dengan peran PPK selaku pihak yang akan berperan
pada tahap Persiapan, dan Pelaksanaan Pekerjaan. Pada pasal 10 A dan pasal 11
ayat 5 mengatur perihal tindakan sebagai PPK yang berbunyi sebagai berikut
Pasal 10A berbunyi
sebagai berikut
Pasal 11 ayat 5
berbunyi sebagai berikut
Pasal 11 Ayat 1
berbunyi sebagai berikut
(1) Pejabat pengguna
anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit
kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.
Dengan kata lain
berdasarkan Permendagri 13/2007 dan Perpres 54/2010 maka PA/KPA dapat bertindak
sebagai PPK, namun ada pengecualian pada 2 peraturan tersebut.
Pada permendagri
13/2006 berbunyi Pengguna
Anggaran bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Yang
mana dalam hal ini peraturan peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah adalah Perpres 54/2010 dan perubahannya.
Pasal
yang mengatur adalah pasal 12 yang berbunyi sbb:
q
Pasal 12 Ayat 1 yang
berbunyi sbb:
(1)
PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh
PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
Dalam hal ini berarti PPK
adalah bagian dari organisasi pengadaan yang ditetapkan oleh PA/KPA dalam
bentuk Surat Keputusan.
q
Pasal 12 ayat 2
adalah persyaratan untuk menjadi PPK yang terdiri dari 7 syarat.
Pasal 12 Ayat 2 yang
berbunyi sbb:
Untuk ditetapkan sebagai PPK
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki integritas;
b. memiliki disiplin tinggi;
c. memiliki tanggung jawab
dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
d. mampu mengambil keputusan,
bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah
terlibat KKN;
e. menandatangani Pakta
Integritas;
f. tidak menjabat sebagai
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara; dan
g. memiliki Sertifikat
Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
Yang menarik adalah memiliki Sertifikat
Keahlian Pengadaan Barang/Jasa adalah syarat terakhir, ini menunjukkan hierarki
yang mesti dipunya PPK, yang utama adalah integritas, disiplin, tanggung jawab,
memiliki kualifikasi teknis dan manajerial
Persyaratan manajerial yang
dimaksud diuraikan pada pasal 12 ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut:
a. berpendidikan paling
kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin
sesuai dengan tuntutan pekerjaan;
b. memiliki pengalaman paling
kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan
Pengadaan Barang/Jasa; dan
c. memiliki kemampuan kerja
secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
Syarat selanjutnya tidak
menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau
Bendahara.
ada perubahan klausul pada
pasal ini yaitu pada Perpres 54/2010 bunyi dari poin f adalah tidak menjabat
sebagai pengelola keuangan akan tetapi dirubah menjadi tidak menjabat sebagai
Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara;
dalam hal ini subjeknya ada 2
yaitu:
-
tidak
menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar.
-
Bendahara,
yang mana bendahara ini berdasarkan Permendagri 13/2006 pasal 14 adalah Bendahara Penerimaan dan Bendahara
Pengeluaran dan dapat dibantu oleh pembantu bendahara.
Kalimat pada klausul yang
muncul sebelumnya adalah Pengelolaan Keuangan, klausul ini cukup luas mungkin
salah satunya adalah bagian dari organisasi pada Permendagri 13/2006 pada pasal
13 Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD. Tentunya tidak dapat menjadi PPK,
akan tetapi dengan perubahan
klausul pada poin f menjadi tidak
menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau
Bendahara, Bisa menjadi menjabat sebagai PPK selama memenuhi persyaratan yang
diatur pada pasal 12 ayat 2.
q
Penambahan pasal 12
ayat 2a yang berbunyi sbb
2a) Persyaratan tidak
menjabat sebagai PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, dikecualikan
untuk PA/KPA yang bertindak sebagai PPK.
Hal ini cukup jelas mengingat
tugas PA menurut pasal 10 huruf h Permendagri 13/2006 dan perubahannya adalah menandatangani SPM;
Dan tugas KPA pasal 11 ayat 3
a huruf e yang berbunyi menandatangani
SPM-LS dan SPM-TU;
q
Penambahan pasal 12
ayat 2b yang berbunyi sbb
(2b) Dalam hal tidak ada
personil yang memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai PPK, persyaratan pada
ayat (2) huruf g dikecualikan untuk:
a. PPK yang dijabat oleh
pejabat eselon I dan II di K/L/D/I; dan/atau
b. PA/KPA yang bertindak
sebagai PPK.
Cukup jelas pada klausul ini
penunjukan PPK yang yang dijabat oleh pejabat eselon I dan II di K/L/D/I;
dan/atau PA/KPA yang bertindak sebagai PPK hanya diperuntukkan pada SKPD yang
tidak memiliki personil yang memenuhi persyaratan pada pasal 12 ayat 2.
Dalam suatu SKPD apabila ada
personil yang memenuhi persyaratan menjadi PPK, khususnya memiliki integritas,
disiplin, tanggung jawab, memiliki kualifikasi teknis dan manajerial, mampu
mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap
perilaku serta tidak pernah terlibat KKN, menandatangani Pakta Integritas, tidak
menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau
Bendahara, serta memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Berarti dapat ditunjuk sebagai PPK.
Biar PA/KPA menjalankan
perannya sebagai Pengguna Anggaran dan Pengguna Barang, karena klausul dari
Permendagri 13/2006 adalah PA/KPA bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sesuai peraturan perundang-undangan di
bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam hal ini adalah Perpres 54/2010
dan perubahannya khususnya yang diatur pada pasal 12
q
pasal 12 ayat 4 yang
berbunyi sbb
Dalam hal jumlah Pegawai
Negeri yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
terbatas, persyaratan pada ayat (3) huruf a dapat diganti dengan paling kurang
golongan IIIa atau disetarakan dengan golongan IIIa.
Demikian
yang dapat disampaikan semoga bermanfaat dan mohon koreksinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar