Salam
PBJ,
Udah
cukup lama tidak update artikel, dikarenakan ada beberapa rutinitas yang
memerlukan perhatian khusus, kali ini saya pengen ngobrolin perihal
Tahapan-Tahapan dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Dalam
pekerjaan konstruksi sering sekali kita menemukan istilah-istilah terkait
pekerjaan konstruksi yang perlu dipahami dan diterapkan oleh pengguna jasa
dalam hal ini Pihak Pengguna Anggaran (PA) atau Pengguna Barang/Jasa dan PPK
selaku pihak yang menjalankan dan mengendalikan kontrak, ambil contoh dalam mewujudkan
suatu pekerjaan Bangunan Gedung negara tahapan-tahapan saja yang harus
dilakukan oleh Pengguna Jasa.
Mari
kita ulas secara satu persatu dengan panduan beberapa dasar hukum tertulis yang
mengaturnya secara terpisah-terpisah, karena dalam hal ini peaturan yang
mengatur jasa konstruksi cukup banyak, antara lain sbb:
1.
UU No. 18/1999 Tentang Jasa Konstruksi
2.
PP No. 28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa
Konstruksi
3.
PP No. 29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
4.
PP No. 30/2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa
Konstruksi
5.
PP No. 4/2010 Tentang Perubahan Atas PP No. 28/2000 Tentang
Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
6.
PP No. 59/2010 Tentang Perubahan Atas PP No. 29/2000 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
7.
PP No. 92/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 28/2000
Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
Pertama-tama
yang perlu kita bahas adalah apa saja tahapan-tahapan yang diperlukan atau paling
tidak minimal harus dipenuhi dalam menyelengarakan suatu pekerjaan konstruksi.
Pertanyaan
diatas ada sy temukan jawabannya pada pasal 24 PP 29/2000 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, yang berbunyi Penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi wajib dimulai dengan tahap perencanaan yang selanjutnya diikuti dengan
tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan
melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran.
Berikut
kita bahas tahapan-tahapan tersebut diatas:
A.
TAHAPAN PERENCANAAN
Lingkup tahap perencanaan pekerjaan
konstruksi terbagi menjadi beberapa tahapan antara lain:
1. prastudi kelayakan,
2. studi kelayakan,
3. perencanaan umum, dan
4. perencanaan teknik.
Hal ini diuraikan pada Pasal 25 PP
29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang berbunyi:
Lingkup tahap perencanaan pekerjaan
konstruksi meliputi prastudi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum, dan
perencanaan teknik.
Kemudian muncul pertanyaan, apakah semua
tahapan yang terdiri dari prastudi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan
umum, dan perencanaan teknik. Harus selalu dilakukan disetiap perencanaan pekerjaan
konstruksi?
Dalam hal ini PP
29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi pada pasal 26 membagi menjadi
beberapa Kriteria:
(1) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi
dengan pekerjaan risiko tinggi harus dilakukan prastudi kelayakan, studi
kelayakan, perencanaan umum, dan perencanaan teknik.
(2) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi
dengan pekerjaan risiko sedang harus dilakukan studi kelayakan, perencanaan
umum, dan perencanaan teknik.
(3) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi
dengan pekerjaan risiko kecil harus dilakukan perencanaan
teknik.
Kriteria yang digunakan pasal 26 adalah Kriteria
Resiko Tinggi-Sedang-Kecil, oleh karena itu Pengguna Jasa selain melakukan
Identifikasi Kebutuhan pada pekerjaan konstruksi haruslah dibreakdown lebih dalam
lagi menjadi identifikasi resiko.
Identifikasi Resiko berupa melakukan
penetapan kriteria resiko sebagaimana diatur pada pasal 10 PP No.
28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
Kriteria risiko pada pekerjaan konstruksi terdiri dari:
a. kriteria risiko kecil mencakup pekerjaan
konstruksi yang pelaksanaannya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta
benda;
b. kriteria risiko sedang mencakup
pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dapat berisiko membahayakan
keselamatan umum, harta benda, dan jiwa manusia;
c. kriteria risiko tinggi mencakup
pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya berisiko sangat membahayakan
keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia, dan lingkungan.
Setidaknya
sampai pembahasan ini sudah menemukan dasar, kenapa pekerjaan tersebut
diperlukan Feasibility study atau Pra feasibility Study? setidaknya ada dasar
justifikasi teknisnya sebelum mengidentifikasi hal tersebut, tidak asal
memunculkan dalam dokumen anggaran, yang penting ada paket pekerjaan
perencanaan studi kelayakan yang tak berdasar kebutuhannya,, karena apabila
kalimat tersebut dibalik, mengapa jadi ada paket perencanaan berupa study
kelayakan, yang mana seharusnya menurut lingkup pekerjaan dan berdasarkan
identifikasi pengelola kegiatan ada menemukan kriteria resiko, minimum kategori
resiko sedang-besar, dan hal itu sebenarnya sudah teridentifikasi dalam dokumen
RUP-nya PA berkaitan dengan identifikasi kebutuhan paket pekerjaan tersebut.
Khusus
terkait dengan perencanaan Teknis (selalu ada di setiap tahapan uraian pasal 26
PP 29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi) terkait bangunan gedung
negara dapat berpedoman pada Permen PU 45/2007,
hal ini diatur pada Bab III
Tahapan Pembangunan Gedung Negara poin B yang berbunyi sebagai berikut:
PERENCANAAN TEKNIS KONSTRUKSI:
1. Perencanaan teknis konstruksi merupakan
tahap penyusunan rencana teknis ( disain ) bangunan gedung negara, termasuk
yang penyusunannya dilakukan dengan menggunakan disain berulang atau dengan
disain prototip.
2. Penyusunan rencana teknis bangunan gedung
negara dilakukan dengan cara menggunakan penyedia jasa perencanaan konstruksi,
baik perorangan ahli maupun badan hukum yang kompeten, sesuai dengan ketentuan,
dan apabila tidak terdapat penyedia jasa perencanaan konstruksi yang bersedia,
dapat dilakukan oleh instansi Pekerjaan Umum/instansi teknis setempat.
3. Rencana teknis disusun berdasarkan Kerangka
Acuan Kerja (KAK) yang disusun oleh pengelola kegiatan.
4. Dokumen rencana teknis bangunan gedung
negara secara umum meliputi:
a. Gambar rencana teknis (arsitektur,
struktur, mekanikal dan elektrikal, serta tata lingkungan);
b. Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS), yang
meliputi persyaratan umum, administratif, dan teknis bangunan gedung negara
yang direncanakan;
c. Rencana anggaran biaya pembangunan;
d. Laporan akhir tahap perencanaan, meliputi:
1.
laporan
arsitektur;
2.
laporan
perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan tanah (soil test);
3.
laporan
perhitungan mekanikal dan elektrikal;
4.
laporan
perhitungan IT (Informasi & Teknologi);
5.
laporan
tata lingkungan.
e. Keluaran akhir tahap perencanaan, yang
meliputi dokumen perencanaan, berupa: Gambar Rencana Teknis, Rencana Kerja dan
Syarat-syarat (RKS), Rencana Anggaran Biaya (Engineering Estimate), dan Daftar Volume Pekerjaan (Bill of Quantity) yang disusun sesuai ketentuan;
f. Kontrak
kerja perencanaan konstruksi dan berita acara kemajuan pekerjaan/serah terima
pekerjaan perencanaan, yang disusun dengan mengikuti ketentuan yang tercantum
dalam peraturan presiden tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
negara, dan pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah beserta
petunjuk teknis pelaksanaannya.
5. Tahap perencanaan teknis konstruksi untuk
bangunan gedung negara:
a. yang berlantai diatas 4 lantai; dan/atau
b. dengan luas total diatas 5.000 m2; dan/atau
c. dengan klasifikasi khusus; dan/atau
d. yang melibatkan lebih dari satu konsultan
perencana maupun pemborong; dan/atau;
e. yang dilaksanakan lebih dari satu tahun
anggaran (multiyears
project);
DIHARUSKAN MELIBATKAN PENYEDIA JASA
MANAJEMEN KONSTRUKSI, SEJAK AWAL TAHAP PERENCANAAN.
Dari
penjelasan diatas dapat dijadikan pedoman kapan Konsultan MK
diiperlukan?setidaknya harus memenuhi klausul-klausul persyaratan diatas, tidak
asal memunculkan dalam dokumen anggaran, sehingga menjadi kebutuhan yang tak
berdasar.
B.
TAHAP PELAKSANAAN BESERTA PENGAWASANNYA
Tahapan selanjutnya setelah perencanaan
adalah tahap melaksanakan apa yang direncanakan sekaligus mengawasinya, apa
saja yang perlu dilakukan pada tahap ini ada diatur pada pasal 28 PP PP
29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Lingkup tahap pelaksanaan beserta
pengawasan pekerjaan konstruksi meliputi pelaksanaan
fisik, pengawasan, uji coba, dan penyerahan hasil akhir pekerjaan. Pelaksanaan
beserta pengawasan pekerjaan konstruksi dilakukan berdasarkan hasil perencanaan
teknik
Dalam hal ini Setiap bangunan gedung negara
harus memenuhi persyaratan administratif baik pada tahap pembangunan maupun
pada tahap pemanfaatan bangunan gedung negara, hal ini dijelaskan Permen PU
45/2007 pada BAB II Persyaratan Bangunan Gedung Negara, yang mana persyaratan
administratif terdiri dari:
1.
DOKUMEN PEMBIAYAAN /DOKUMEN ANGGARAN
2.
STATUS HAK ATAS TANAH
3.
STATUS KEPEMILIKAN
4.
PERIZINAN
5.
DOKUMEN PERENCANAAN
6.
DOKUMEN PEMBANGUNAN.
7.
DOKUMEN PENDAFTARAN
Pada
tahapan-tahapan diatas yang perlu digaris bawahi adalah dokumen pembangunan pada tahap sebelum pembangunan bangunan
gedung negara, dan dokumen
pendaftaran pada tahap pemanfaatan bangunan gedug negara yang mana
berdasarkan Permen PU 45/2007 dijelaskan
1. DOKUMEN
PEMBANGUNAN:
Setiap
bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan dokumen pembangunan yang terdiri
atas:
a.
Dokumen
Perencanaan,
b.
Izin
Mendirikan Bangunan (IMB),
c.
Dokumen
Pelelangan,
d.
Dokumen
Kontrak Kerja Konstruksi, dan As Built Drawings,
e.
hasil
uji coba/test run
operational,
f.
Surat
Penjaminan atas Kegagalan Bangunan (dari penyedia jasa konstruksi), dan
g.
Sertifikat
Laik Fungsi (SLF) sesuai ketentuan.
2.
DOKUMEN
PENDAFTARAN
Setiap bangunan gedung negara harus memiliki
dokumen pendaftaran untuk pencatatan dan penetapan Huruf Daftar Nomor ( HDNo )
meliputi Fotokopi:
a. Dokumen Pembiayaan/DIPA (otorisasi
pembiayaan);
b. Sertifikat atau bukti kepemilikan/hak
atas tanah;
c. Status kepemilikan bangunan gedung;
d. Kontrak Kerja Konstruksi Pelaksanaan;
e. Berita Acara Serah Terima I dan II;
f. As built drawings (gambar sesuai
pelaksanaan konstruksi) disertai arsip gambar/legger;
g. Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF); dan
h. Surat Penjaminan atas Kegagalan Bangunan
(dari penyedia jasa konstruksi).
Tahapan-Tahapan PELAKSANAAN KONSTRUKSI
menurut Permen PU 45/2007 pada BAB III Tahapan Pembangunan Bangunan Gedung
Negara antara lain sebagai berikut:
1.
Dalam
pelaksanaan konstruksi bangunan gedung negara sudah termasuk tahap pemeliharaan
konstruksi.
2. Pelaksanaan
konstruksi merupakan tahap pelaksanaan mendirikan bangunan gedung, baik
merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya,maupun perluasan
yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan yang belum selesai, dan/atau
perawatan rehabilitasi, renovasi, restorasi) dilakukan dengan menggunakan
penyedia jasa pelaksana konstruksi sesuai ketentuan.
3. Pelaksanaan
konstruksi dilakukan berdasarkan dokumen pelelangan yang telah disusun oleh
perencana konstruksi, dengan segala tambahan dan perubahannya pada saat
penjelasan pekerjaan/aanwijzing
pelelangan, serta ketentuan teknis (pedoman
dan standar teknis) yang dipersyaratkan.
4. Pelaksanaan
konstruksi dilakukan sesuai dengan: kualitas masukan (bahan, tenaga, dan alat),
kualitas proses (tata cara pelaksanaan pekerjaan), dan kualitas hasil
pekerjaan, seperti yang tercantum dalam RKS.
5.
Pelaksanaan
konstruksi harus mendapatkan pengawasan dari penyedia jasa pengawasan
konstruksi atau penyedia jasa manajemen konstruksi.
6.
Pelaksanaan
konstruksi harus sesuai dengan ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
7. Penyusunan
Kontrak Kerja Pelaksanaan Konstruksi dan Berita Acara Kemajuan Pekerjaan/Serah
Terima Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi maupun Pengawasan Konstruksi mengikuti
ketentuan yang tercantum dalam peraturan presiden tentang pedoman pelaksanaan
pengadaan barang/jasa pemerintah dan petunjuk teknis pelaksanaannya.
8.
Pemeliharaan
konstruksi adalah tahap uji coba dan pemeriksaan atas hasil pelaksanaan
konstruksi fisik. Di dalam masa pemeliharaan ini penyedia jasa pelaksanaan
konstruksi berkewajiban memperbaiki segala cacat atau kerusakan dan kekurangan
yang terjadi selama masa konstruksi.
9. Dalam
masa pemeliharaan semua peralatan yang dipasang di dalam dan di luar gedung,
harus diuji coba sesuai fungsinya. Apabila terjadi kekurangan atau kerusakan
yang menyebabkan peralatan tidak berfungsi, maka harus diperbaiki sampai
berfungsi dengan sempurna.
10. Apabila
tidak ditentukan lain dalam kontrak kerja pelaksanaan konstruksi bangunan
gedung negara, masa pemeliharaan konstruksi untuk bangunan gedung semi permanen
minimal selama 3 (tiga) bulan dan untuk bangunan gedung permanen minimal 6
(enam) bulan terhitung sejak serah terima pertama pekerjaan konstruksi.
11.
Keluaran
akhir yang harus dihasilkan pada tahap ini adalah (TAHAP PELAKSAAN KONSRUKSI):
a.
Bangunan
gedung negara yang sesuai dengan dokumen untuk pelaksanaan konstruksi;
b.
Dokumen
hasil Pelaksanaan Konstruksi, meliputi:
1.
gambar-gambar
yang sesuai dengan pelaksanaan (as built drawings).
2. semua
berkas perizinan yang diperoleh pada saat pelaksanaan konstruksi fisik,
termasuk Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
3. kontrak
kerja pelaksanaan konstruksi fisik, pekerjaan pengawasan beserta segala
perubahan/ addendumnya.
4.
laporan
harian, mingguan, bulanan yang dibuat selama pelaksanaan konstruksi fisik,
laporan akhir manajemen konstruksi/pengawasan, dan laporan akhir pengawasan
berkala.
5.
berita
acara perubahan pekerjaan, pekerjaan tambah/kurang, serah terima I dan II,
pemeriksaan pekerjaan, dan berita acara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
konstruksi fisik.
6.
Foto-foto
dokumentasi yang diambil pada setiap tahapan kemajuan pelaksanaan konstruksi
fisik.
7.
manual
pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, termasuk petunjuk yang menyangkut pengoperasian
dan perawatan peralatan dan perlengkapan mekanikal-elektrikal bangunan.
Demikian
sekilas pembahasan tahapan-tahapan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
konstruks, khususnya bangunan gedung negara, semoga bermanfaat, dan mohon
koreksinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar