Jumat, 06 November 2015

TIDAK HADIR PEMBUKTIAN KUALIFIKASI = BLACKLIST

Telepon Kantor saya berdering....
Percakapan pun terjadi,,




A: halooo.....

B: Apakah Benar ini Kantor ULP Kabupaten Tanah Laut

A: iya benar....ada yang bisa kami bantu.

B: Selamat Siang Bapak (kira2 waktu menunjukkan pukul 12:00 Wita) Kami CV. A mengikuti paket pelelangan pekerjaan pembuatan xxxxxxxxx, berdasarkan hasil pembukaan penawaran, dan data pemasukan harga penawaran yang diinput oleh pokja ULP, perusahaan kami berada di Ranking 3 dan mendapatkan undangan pembuktian kualifikasi di email perusahaan kami,, kami mau menanyakan, kalau kami tidak hadir untuk memenuhi undangan pembuktian kualifikasi, perusahaan kami dibacklist tidak pak??

A: .......................................................hening seketika (sambil mikir isi dokumen pengadaan dan Perka LKPP ttg daftar hitam)

Percakapan diatas sekilas konteks Perihal mengenai Daftar Hitam a.k.a istilah kerennya Blacklist.

Apa itu blacklist (daftar hitam), bagaimana tahapan memberikan blacklist thd penyedia yang cidera janji..

mari kita kupas satu persatu.

Mari kita buka kamus besar mengenai Dasar Hukum tentang Blacklist(daftar hitam), setidaknya ada beberapa dasar hukum yang saya temukan antara lain sebagai berikut:
  1. Perpres 54/2010 dan perubahannya tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
  2. Perka LKPP No 7/2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam
  3. Perka LKPP No 18/2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Pertanyaan pertama yang muncul Apa itu Daftar Hitam?


menurut Pasal 1 Perka LKPP No 18/2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Daftar Hitam  adalah daftar yang dibuat oleh K/L/D/I yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi oleh PA/KPA berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I dan/atau yang dikenakan sanksi oleh Negara/Lembaga Pemberi Pinjaman/Hibah pada kegiatan yang termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.


Pertanyaan selanjutnya muncul koq Perka LKPP yang mengatur masalah daftar hitam? Ternyata dasar hukumnya ada pada pasal 134 ayat 2 Perpres 54/2010 dan perubahaannya yang berbunyi:

Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis operasional tentang Daftar Hitam, pengadaan secara elektronik, dan sertifikasi keahlian Pengadaan Barang/Jasa, diatur oleh Kepala LKPP paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan.

Perlu diketahui sampai dengan terbitnya Perpres 4/2015 yang merupakan perubahan terakhir Perpres 54/2010 pasal 134 ini tidak mengalami perubahan / dihapus.





Berdasarkan pasal 1 Perka LKPP No 18/2014 mengenai definisi daftar hitam, dapat disarikan siapa yg jd Subjek, dan Siapa yang Menjadi Objek.

Subjek = PA/KPA.
Objek = identitas Penyedia Barang/Jasa yang dikenakan sanksi.




Pertanyaan yang muncul dibenak saya, apakah hanya PA/KPA saja yang mengenakan sanksi sedangkan pada pasal 118 perpres 54/2010 byk yang berkaitan dengan proses pemilihan penyedia barang/jasa dengan kata lain berada di wilayah wewenanngnya pokja ULP. Hal ini akan kita bahas pada bagian Tata Cara Pengenaan sanksi daftar hitam.


Sekarang kita kembali ke percakapan telepon diatas, boleh tidak penyedia tersebut tidak menghadiri pembuktian kualifikasi mengingat posisi berada pada Rangking 3 penawaran setelah dilakukan pembukaan penawaran dan evaluasi penawaran (dalam hal ini menggunakan pascakualifikasi) untuk selanjutnya diundang untuk menghadiri pembuktian kualifikasi.


Mari kita buka satu persatu aturan yang mengatur tentang pembuktian kualifikasi.
·   Pembuktian Kualifikasi adalah bagian dari tahapan pelelangan dengan menggunakan E-Tendering, sesuai dengan bahasan pada Perka LKPP No 1/2015 yang berbunyi pembuktian kualifikasi dilakukan diluar aplikasi SPSE (offline).


·           Pada Perka LKPP No 7/2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam tepatnya pada pasal 3 ayat 1 huruf j yang berbunyi Penyedia Barang/Jasa pada proses pemilihan dikenakan sanksi Daftar Hitam apabila mengundurkan diri/tidak hadir bagi calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat pembuktian kualifikasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya;


·          Kita Buka Dokumen Pengadaan, yang mana merupakan aturan main tertulis dalam tahapan pemilihan penyedia.
Kita coba Buka SBD LKPP Pengadaan pekerjaan konstruksi melalui e-lelang umum/pemilihan langsung dengan pascakualifikasi versi 1,1 yang diupload tanggal 17 Februari 2015.





·         Namun ada yang menarik pada Perka LKPP yang lebih baru yang terbit pada tahun 2014, yaitu pada Perka LKPP No 18/2014 tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.




pada Perka LKPP No 18/2014 kalimat Penyedia Barang/Jasa pada proses pemilihan dikenakan sanksi Daftar Hitam apabila mengundurkan diri/tidak hadir bagi calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat pembuktian kualifikasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan dalam pelaksanaan pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang ditemukan pada Perka LKPP No 7/2011 tentang Petunjuk Teknis Operasional Daftar Hitam, tidak ditemukan pada Perka ini.


Apakah artinya dengan terbitnya Perka LKPP No 18/2014 penyedia jasa yang menawar pada paket pekerjaan boleh tidak menghadiri pembuktian kualifikasi, apabila merasa tidak ada peluang menang secara ranking penawaran hanya no 3 ditambah jarak tempuh menuju tempat pembuktian kualifikasi memerlukan biaya yang tidak sedikit (lho tapi menawar seharusnya ud itung2 an biaya akomodasi dll).


Saya coba menjawab dengan beberapa klausul:


lihat dokumen pengadaan barang/jasa yang ditetapkan oleh Pokja ULP karena sesuai pasal 79 ayat 1:



Jadi kalau Pokja ULP menggunakan kalimat persis tanpa mengubah narasi pada SBD LKPP Versi 1,1 maka jawabannya apabila Penyedia Barang/Jasa pada saat pembuktian kualifikasi tidak hadir bagi calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) dengan alasan yang tidak dapat diterima maka dikenakan SANKSI DAFTAR HITAM.


Tapi pada Pasal 3 ayat 2 Perka LKPP No 18/2014 khususnya huruf d ditemukan kalimat yang mewakili tahapan pemilihan setelah batas akhir penawaran yang berbunyi Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam apabila mengundurkan diri setelah batas akhir pemasukan penawaran dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan;


Dengan Kata Lain artinya kewenangan ada dipokja untuk mengusulkan BL atau tidak BL dengan catatan alasan yang diajukan oleh calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) dapat diterima atau tidak (dengan catatan redaksi dokumen pengadaan dilakukan penyesuaian)

Tapi bukannya yang memutuskan BlackList sesuai pasal 1 adalah PA/KPA koq jadi Pokja memberikan sanksi BL?


Jawaban untuk pertanyaan diatas diatur pada pasal 6 Perka LKPP No 18/2014.



Tentu tidak bisa secara sepihak memberikan Blacklist kepada Perusahaan, ada tahapan yang namanya pengusulan sesuai dengan pasal 7 perka LKPP No 18/2012, terbagi menjadi beberapa tahapan, antara lain:

1.    PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan melakukan pemeriksaan dengan cara:

a.   melakukan penelitian dokumen; dan
b.   melakukan klarifikasi dengan mengundang pihak terkait, yakni:
1.         Penyedia Barang/Jasa; dan/atau
2.         pihak lain yang dianggap perlu.

2.    Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan, dan Penyedia Barang/Jasa serta pihak lain yang dianggap perlu sebagai saksi.

3.    Dalam hal Penyedia Barang/Jasa pada pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak hadir atau hadir tetapi tidak bersedia menandatangani Berita Acara Pemeriksaan maka Berita Acara Pemeriksaan cukup ditandatangani oleh PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dan pihak lain yang dianggap perlu sebagai saksi.


4.    Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya memuat:
a. hari/tanggal;
b. identitas para pihak;
c. keterangan para pihak;
d. kesimpulan pemeriksaan; dan
e. tanda tangan para pihak.


5.    PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan menyampaikan usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam kepada PA/KPA paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara Pemeriksaan ditandatangani.


6.    Usulan PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada PA/KPA melalui surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam yang sekurangkurangnya memuat:

a.   identitas Penyedia Barang/Jasa, antara lain:
1.    nama Penyedia Barang/Jasa (nama perusahaan apabila berbentukbadan usaha atau nama yang menandatangani surat penawaran/surat perjanjian apabila berbentuk orang perseorangan);
2.    alamat Penyedia Barang/Jasa;
3.    nomor izin usaha (untuk Penyedia Barang/Jasa yang memiliki izin usaha); dan
4.    NPWP Penyedia Barang/Jasa;


b.   nama paket pekerjaan;

c.    nilai total HPS;

d.   perbuatan yang dilakukan oleh Penyedia Barang/Jasa;

e.   Berita Acara Pemeriksaan; dan
f.     bukti pendukung (surat pemutusan kontrak, foto, rekaman, dan lainlain).

7.    Format surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.



Yang menarik adalah PA/KPA setelah menerima usulan dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan tidak serta merta langsung main putuskan saja, tapi meminta pertimbangan ke APIP, 

APIP juga menindaklanjuti usulan penetapan dan/atau keberatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 dengan cara melakukan pemeriksaan dan klarifikasi kepada PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan, Penyedia Barang/Jasa dan/atau pihak lain yang dianggap perlu paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak surat usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam dan/atau keberatan diterima.

Hasil pemeriksaan dari APIP dijelaskan pada pasal 11 Perka LKPP No 18/2014:



 Barulah PA/KPA menerbitkan Surat Keputusan Penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam atau Penolakan atas usulan penetapan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam berdasarkan rekomendasi APIP paling lambat 5 (lima) hari sejak rekomendasi diterima, dan pada hari yang sama Surat Keputusan Penetapan atau Penolakan sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam disampaikan kepada Penyedia Barang/Jasa dan PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.


Tahapan selanjutnya adalah PA/KPA menyampaikan surat kepada LKPP untuk mencantumkan/ memasukkan Daftar Hitam ke dalam Daftar Hitam Nasional dan dimuat dalam Portal Pengadaan Nasional.





Wah saya lupa untuk menjawab telpon yang berdering tadi...so jawabansaya adalah silahkan lihat IKP pada dokumen pengadaan bapak....... perihal Pembuktian Kualifikasi. (Yo wes biar Penyedia juga Baca Dokumen Pengadaan J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar